Jumat, 30 Januari 2009

Lebih berat 5 kg besi ketimbang 5 kg kapas

Pagi itu aku melihat siswaku yang bernama Udin sedang duduk sendiri merenung di depan kelas. Mukanya tampak kusut tak keruan, seperti menandakan ada yang mengganjal pikirannya.
Aku bergegas mendatangi Udin. Mungkin aku bisa menghibur supaya dia kembali ceria.
"Assalamu'alaikum Udin".
Udin yang tadi merenung menjadi terkejut mendengar ucapan salam dariku.
"Eh, bapak. Alaikumussalam Pa."
"Udin, dari tadi bapak perhatikan, kamu tidak seperti biasanya. ada masalah ya? ceritakan aja ke Bapak mungkin bapak bisa bantu?" aku bertanya sambil memasang muka serius penuh simpati.
"mmmmmmmmhhhhhhhhh", Udin hanya bergumam mendengar pertanyaanku.
"Ada apa Udin? ko tidak menjawab pertanyaan bapak." aku bertanya lagi.
"Begini pa. Kemarin sore Udin membeli cd film, judulnya bagus Pa. keren. tapi saat diputar di rumah, tidak ada gambarnya. Hanya warna biru dan tampilan waktu saja. Udin merasa rugi Pak." Udin mengeluarkan uneg-uneg di dadanya dengan emosi.
"O.... begitu ya Din. Emangnya apa judul cd nya? aku bertanya sambil mengangguk.
"CD cleaner Pa"
Mendengar judul itu aku langsung tertawa keras sambil memegang perut. "Hua...ha...hua...ha...." tapi saat melihat muka Udin aku langsung menutup mulut. Aku sadar kalau tertawa ku akan menyakiti Udin padahal niatku sebelumnya untuk menghibur. Aku buru-buru minta maaf.
"Maaf ya Din. Tadi bapak tak kuat menahan tawa. Kamu sih ada-ada saja".
"Kok bapak tertawa?" Udin bertanya dengan muka kesal.
"Udin, cd cleaner itu artinya cd pembersih. Jadi cd cleaner itu bukan cd film melainkan untuk membersihkan optik cd player supaya cd player tetap awet. fffff " aku menjelaskan sambil menahan tawa.
Tapi yang namanya Udin tidak mau kalah. Rupanya dia tidak suka aku tertawa dan ingin balas kelakuanku.
"Bapak saya punya teka-teki. Bapak harus jawab ya"
"Teka-teki?" aku bertanya sambil mengkerutkan dahi. aku membatin mungkin dia ingin membalas.
"Baiklah. apa teka-tekinya?"
"Manakah yang lebih berat, 5 kg besi atau 5 kg kapas?"
Mendengar teka-teki itu aku hanya tersenyum. Inikan hanya teka teki biasa yang sudah sering ku dengar. Kemudian aku menjawab dengan alasannya. "Udin, tentunya tidak ada yang lebih berat. 5 kg besi itu sama beratnya dengan 5 kg kapas. Kan sama-sama 5 kg". Aku kembali tersenyum karena merasa menang.
"Bapak salah. 5 kg besi lebih berat!" kemudian Udin loncat kegirangan.
"Lho kok salah?" aku bertanya keheranan.
"Bapak, kalau 5 kg besi dipukulkan ke kepala tentu sakitnya akan lebih berat ketimbang 5 kg kapas. benarkan? makanya Pak. seharusnya tanya dulu semesta pembicaraan kita. Hua....ha....ha...." kini gantian Udin yang tertawa.
"%&)#5kg@#@$%$%" Aku tidak bisa menjawab lagi.
Namun, walaupun Udin tertawa, aku tidak marah. Tujuanku sudah tercapai karena ia sudah kembali tertawa. Kemudian aku ikut tertawa juga.

Negatif x negatif hasilnya positif

"Assalaaaaaamu 'alaikum"
Teriakan salam dari adikku membuyarkan konsentrasiku saat membaca buku matematika. "Alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh" aku menjawab.
Setelah adikku melepas sepatunya dan meletakkan di rak sepatu, dia datang menghampiriku.
"Kakak, lagi sibuk ya?"
"Enggak juga. ada apa?"
"Tadi kan Adi belajar matematika di sekolah. Gurunya mengajar tentang perkalian bilangan bulat. Katanya negatif x negatif hasilnya positif. Kok bisa ya?"
Aku tersenyum mendengar penuturan adikku yang bernama Adi.
"Emangnya gurumu tidak menjelaskan mengapa hal itu bisa terjadi?"
"Eeee.....h. Ada sih, tapi Adi belum mengerti. Ajarkan ya Kak? pinta adikku dengan memelas.
"Iya.. tentu saja adikku sayang. Tapi... sebelum itu makan dulu.. Kan cape baru datang dari sekolah. Nanti setelah makan dan istirahat baru kakak ajari. Oke?
"Oke kak!" dia menjawab tawaranku dengan wajah tersenyum dan sambil mengacungkan jempol tangannya.

***

Setelah adikku makan dan beristirahat, dia kembali mendekatiku tuk menagih janji. Di tangannya sudah ada buku dan pensil.
"Kak, Adi sudah makan nih. Ayo kita belaja...r. Tadi kakak kan sudah janji"
Aku tersenyum senang melihat semangat adikku yang mau belajar. Aku tidak mau semangat itu hilang maka aku segera menepati janjiku.
"Iya.. tapi kita di luar saja ya mainnya"
"Lho, kok main sih. Adi kan maunya belajar" adikku memprotes ucapanku.
"He...he.... Main sambil belajar lah. Supaya Adi gak bosan"
"O...." Adikku hanya bergumam sambil mengangguk setelah mendengar penjelasanku....
Setelah itu kami pergi ke halaman rumah.
"Adi, sebelum kita mempelajari negatif x negatif kakak mau bertanya dulu. Adi masih ingat, apa artinya 4 x 2?"
"Masih kak. 4 x 2 itu sama dengan 2 + 2 + 2 + 2 = 8. Benarkan?"
"Waa..h. Adikku memang pintar" pujiku sambil mengacungkan jempol.
"Kalau begitu. Yang mana sebagai pengalinya?"
"Pengali itu yang memperbanyakkan? ya 4 lah." Terang adikku dengan yakin.
"Hebaa...t"
Karena senang mendengar pujianku, tanpa ditanya dia langsung mengungkapkan pengetahuannya.
"Kalau 4 sebagai pengali, maka 2 itu yang dikalikan atau yang diperbanyak. Benar lagi kan?
"He...he.... Bagus. Bagus. Bagus." Dua jempol tangan aku acungkan kepada adikku. Dia makin sumringah.
"Oke. kamu sudah tahu. Nah, sekarang tulisdan ingat aturan ini ya..."
"Pasti kak" jawab adikku sambil bergegas menyiapkan alat tulis dan bukunya.
"Oh iya. ada yang kakak lupa. Kamu sudah tahu positif dan negatif kan?"
"jelas dong kak. Adi kan pintar"
Mendengar itu aku hanya tersenyum.
"Nah, catat ya. Kesepakatan untuk pengali. Positif artinya lakukan sedangkan negatif artinya lakukan lawannya. paham?"
"Paham kak. Kalau pengali positif artinya lakukan dan kalau negatif artinya lakukan lawannya" jawab adikku sambil mengangguk.
"Sekarang untuk yang dikalikan. Positif artinya maju sedangkan negatif artinya mundur. Catat dan ingat baik-baik ya"
"Iya kak."
"Coba kamu baca kembali dan pahami dengan baik aturannya. Kakak beri waktu 5 menit"
Setelah kuberi perintah, mulut adikku langsung komat kamit seperti dukun baca mantera dan sesekali menengadahkan kepala melihat ke atas.

***

Lima menit kemudian aku memberikan pertanyaan pertama.
"4 x 2 berarti lakukan sebanyak 4 kali pekerjaan maju 2 langkah. Praktekkan!"
"Lakukan sebanyak 4 kali pekerjaan maju 2 langkah" adikku mengulang pernyataanku dan kemudian mempraktekkannya.
"Apa hasilnya?" tanyaku
"hasilnya maju sebanyak 8 langkah," jawab adikku.
"positif atau negatif?" tanyaku lanjut.
"karena maju berarti positif" jawab adikku dengan yakin.
"Nah, positif x positif hasilnya juga positif. Sesuaikan dengan yang kamu pelajari"
"Eh, iya kak. betul. tapi kan itu sudah umum. bagaimana kalau melibatkan bilangan negatif?"
"Mmmmhh, coba sekarang 4 x (-2). apa artinya dan bagaimana hasilnya?"
"positif kali negatif ya. artinya lakukan sebanyak 4 kali pekerjaan mundur 2 langkah". setelah memahami adikku langsung mempraktekannya. "Hasilnya mundur 8 langkah. Karena mundur berarti negatif."
"Jadi?" aku menanyakan apa yang dia peroleh.
"Jadi, positif x negatif hasilnya negatif. Iya kak, sesuai lagi dengan yang disekolah." Jawab adikku dengan senyum.
"Paham?" tanyaku kembali untuk memastikan.
"Iya iya. paham" jawab adikku dengan yakin.
"Sekarang, bagaimana dengan (-4) x 2. apa hasilnya?" Aku melanjutkan ke soal berikutnya.
"Tadi kesepakatannya kalau pengali negatif berarti lakukan lawannya. Kalau begitu -4 x 2 adalah lakukan sebanyak 4 kali lawan dari pekerjaan maju 2 langkah. Lawannya maju adalah mundur" Setelah memahami apa yang dilakukan, dia langsung mempraktekkannya. "Hasilnya adalah mundur 8 langkah. Karena mundur berarti negatif."
"Artinya?" aku bertanya hasil dari praktek yang telah dia lakukan.
"Artinya, negatif x positif hasilnya negatif."
"Bagus. adikku ini memang pintar".

"He..he..." adikku tersenyum mendengar pujianku.
"Sekarang, bagaimana kalau negatif x negatif. pertanyaannya -4 x -2."
"-4 x -2 berarti lakukan sebanyak 4 kali lawan dari pekerjaan mundur 2 langkah. Lawan dari mundur adalah maju" setelah memahami artinya adikku melaksanakan prakteknya. "Hasilnya adalah maju 8 langkah. Maju berarti positif. Jadi negatif x negatif ternyata hasilnya positif."
"Bagus.... bagus... Sekarang kamu mengerti kan kalau negatif x negatif itu hasilnya positif."
"Iya. sekarang Adi mengerti kalau negatif x negatif itu hasilnya positif. makasih ya kak. Adi akan selalu mengingat cara ini"
"Sama-sama. Kakak senang punya adik yang selalu mau belajar".

***

Senin, 26 Januari 2009

TERTAWA SEBENTAR ALA MATEMATIKA (1)

He..... he... he.....
He..... he... he.....
Adu..h, maaf ya. aku bingung nih mau tulis apa... abis pikiranku ikut tertawa...

begini ceritanya............
Saya browsing di internet, dan aku menemukan gambar atau foto lucu matematika. semoga kamu tertawa....

(diambil dari Ad Astra Per Aspera)


(diambil dari Spicebears)


(Diambil dari : Ad Astra Per Aspera)


(diambil dari Ad Astra Per Aspera)

(diambil dari Ad Astra Per Aspera)

Minggu, 25 Januari 2009

SAMA TAPI BEDA

Judulnya aneh ya? He...he...he..... mungkin perasaan saya lagi aneh saja. Seperti cinta kali ya. Mungkin dulu sebelum jatuh cinta terhadap seorang gadis mungkin sebagian dari kita merasa hidup tanpa si doi itu biasa. Namun ketika sudah berpacaran, tiba-tiba sebagian dari kita merasa takut putus cinta karena tidak bisa hidup tanpa si doi.
Aneh kan. Padahal sama saja, tanpa dia. Tapi pasti saya yakin sebagian dari kita berkilah itu beda. Mengapa saya yakin? Karena perihal ini sering saya dengar di sinetron Indonesia bertemakan cinta. Selain itu juga pernah dengar di siaran berita televisi. Yang mengerikan nih, ada saja orang yang bunuh diri hanya karena putus cinta. Hi....... Na’udzubillaahi min dzalika
Nah, inilah yang saya maksud sama tapi beda.
Tulisan kali ini kira-kira bertemakan hal yang sama. Mungkin bagi kita sebagai pencinta matematika menganggap dua hal sama karena memiliki karakteristik yang sama. Namun hal yang sama itu belum tentu berlaku bagi orang lain, terutama siswa. Agar lebih jelasnya maka saya tuangkan saja ya ke dalam bentuk cerita berikut.
***

Selesai berdoa, aku memulai pelajaran. ”Pada hari ini, kita akan melanjutkan belajar TRIGONOMETRI. Sekarang kita akan membahas penerapannya”.
Tiba-tiba kelas bergemuruh. ”Wuih, belajar bahasa planet lagi.” salah seorang siswa yang bernama Udin menyeletuk dan kemudian disambut tawa teman-temannya.
Aku hanya tersenyum dan tidak segera menjawab. ”Baik anak-anak, sebelum kita memulai materi yang menantang ini, kita akan tinjau dulu manfaatnya”. Aku diam sesaat.
”Pernahkah kamu berpikir bagaimana caranya untuk mengukur tinggi tiang bendera di lapangan kita” seraya jari telunjukku menunjuk ke tiang bendera yang terlihat melalui jendela. Anak-anak pun mengikuti arah jariku lalu tak lama setelah itu kembali memandang mukaku.
Suasana hening. Mereka terlihat berpikir. Si Udin tadi cuma garuk-garuk kepala. Aku hanya berharap kalau perilaku itu menunjukkan dia ikut berpikir.
”Sekarang kita ke lapangan. Kita akan mengukur tiang bendera dengan bantuan dua alat ini,” aku pun mengangkat kedua benda yang ku bawa tadi. ”Ini namanya klinometer dan ini meteran. Ayo, silahkan pergi ke lua..”
Belum selesai ku mengucapkan kata keluar, si Udin sudah berlari ke luar kelas lalu diikuti oleh teman-temannya. Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala.
Setelah anak terakhir keluar aku pun berjalan mengikuti mereka dengan santai sambil menundukkan kepala. Namun, kesantaian itu seketika berubah menjadi kekagetan yang luar biasa. Ketika ku tegakkan kepala dan melihat ke tiang bendera, aku terkejut bukan kepalang.
”Mati aku”. Segera aku berlari menuju tiang bendera. Disitu sudah ada seorang anak yang telah memanjat seperempat tiang bendera.
Dengan terengah-engah aku menegur si anak, ternyata si Udin
”hhh... o..... kamu ya Din. Kamu ngapain? Turun sini. Bahaya tau”
”Lho, katanya kan mau ukur tinggi. Jadi saya panjat aja ke atas. Pak, sini meterannya. Biar saya bawa ke atas sekalian”
”Masya Allah. Kalau kamu mau ukur seperti itu. Mendingan baut tiang ini kita cabut dan kita rebahkan tiangnya. Ayo turun!!”
”Adu....h, Bapak ini gimana sih. Katanya mau mengukur tinggi. Klo tiangnya kita rebahkan Pa..... yang kita ukur itu jadinya panjang tiang bendera, bukan tingginya.” Si Udin menjawab dengan sekenanya tanpa rasa bersalah
”???!!x#$%#$@” aku tak mampu lagi menjawab pikiran si Udin. Dalam hatiku hanya berkata ”benar juga ya....”
”Sudah. Turun sini. Kan sudah saya sampaikan kalau kita akan mengukurnya dengan bantuan alat ini”
***

Cukup ya ceritanya karena poin pentingnya sudah disampaikan. Poin pentingnya adalah seorang guru yang menganggap dua istilah sama karena baik saat tegak atau pun berebah memiliki panjang yang sama. Namun, terkadang bagi siswa dua istilah itu berbeda. Yah, seperti si Udin itu. Bagi dia, tinggi itu berbeda dengan panjang walaupun besaran panjangnya sama.
Hal ini pernah saya temui saat ajang perlombaan matematika di salah satu propinsi. Ketika itu seorang siswa Sekolah Dasar bertanya sebuah soal tertulis kepada Panitia. Soalnya kira-kira begini......
”Pak Amin memiliki sebuah kebun yang berbentuk trapesium sama kaki. Luas kebun itu adalah 10.000 m persegi. Jika jumlah panjang sisi kebun yang sejajar 25 m maka tingginya adalah..........”
Setelah membaca soal ini si anak berinisiatif bertanya kepada panitia.
“Ka… soal ini aneh.”
“Aneh. Maksudnya aneh?” si panitia balik bertanya karena heran.
”Masa sih kebun punya tinggi.” jawab si anak bernada protes.
Mendengar protes si anak, si panitia hanya bengong lalu mempersilahkan si anak kembali duduk dan kemudian ia berlari menuju ruang panitia untuk bertanya.

*** Lho.... ko aku cerita lagi sih..... (bisa-bisa habis nih perbendaharaan artikel)

Jadi dengan artikel ini saya hanya mengajak kepada para pencinta matematika terutama para guru untuk memperhatikan istilah yang digunakan saat mengajar matematika. Pikirkan dengan baik istilah yang akan digunakan, dan berusahalah agar tetap kontekstual sehingga sesuai dengan bayangan si anak.

Bagaimana? Apakah anda setuju dengan ajakan saya....... atau pernahkah anda mengalami hal serupa? Jika ya, tuliskan dong di kolom komentar. Saya akan dengan senang hati menambah pengalaman anda di artikel ini atau mungkin pada artikel yang baru.

Apakah 0,9999999… merupakan bilangan bulat?

Setelah dari pasar membeli ikan dan sayuran, saya dan 4 teman kos berkumpul di dapur untuk membuat sarapan. Saat bersama di dapur muncul diskusi dan perdebatan tentang berbagai konsep matematika. Salah satunya tentang 0,9999999...

Awalnya salah satu teman melemparkan sebuah pendapat bahwa antara dua bilangan rasional pasti ada sebuah bilangan rasional. Berapapun kedua bilangan itu.

Kemudian salah satu temanku bertanya.....”apakah antara 0,9999999... dan 1 terdapat sebuah bilangan rasional?

Temanku itu jadi terdiam. Tapi bukan diam biasa melainkan berpikir keras.

Aku yang tadinya cuma memotong-motong sayur jadi berhenti karena tertarik pada topik diskusi di atas. Lalu aku bertanya, ”apakah 0,9999999... itu kurang dari 1?” Kemudian aku melanjutkan...........

”secara teoritis, kita dapat mengubah 0,9999999... menjadi 1 melalui cara merasionalkan.”

Aku diam sejenak.....

”misalkan x = 0,9999999... lalu kedua ruas dikalikan 10 sehingga menjadi 10x = 9,9999999. Jika 10xx maka hasilnya adalah 9,9999999...-0,9999999...= 9,0000000...= 9. Artinya 9x = 9 sehingga x = 1. Hasil akhir menunjukkan bahwa 0,9999999... = 1”

Temanku yang lain menimpali, ”kalau begitu 0,9999999... itu bilangan bulat dong?”

Temanku yang melontarkan teori tadi mengatakan ”iya ya, kok bisa?” Kami semua jadi diam lalu tiba-tiba tertawa bersama.

”Ha....ha..., jd pusing nih”

Begitulah ceritanya pembaca. Intuisi ku sendiri sampai sekarang belum bisa menerima kalau 0,9999999... = 1. Tapi secara teoritis dapat dibuktikan kesamaannya.



Betul nggak sih? Bagaimana pembaca, menurut anda apakah 0,9999999... bilangan bulat? Berikan opininya ya...

Selasa, 20 Januari 2009

PENGGUNAAN ISTILAH DALAM RUMUS VOLUME PRISMA YANG DAPAT MEMBINGUNGKAN SISWA


Fenomena siswa tidak memahami materi matematika dengan baik bukan hanya disebabkan sulitnya materi matematika. Terkadang ketidakpahaman itu juga terjadi juga karena istilah-istilah yang digunakan menyimpang dari kehidupan sehari-hari.

Istilah yang menyimpang dari kehidupan sehari-hari misalnya dalam materi Volume Prisma. Dalam buku-buku pelajaran matematika, biasanya dituliskan rumus volume prisma seperti berikut ini:


Volume Prisma = Luas alas x tinggi


Jadi, penggunaan rumus volume prisma untuk menghitung volume prisma segitiga di bawah ini adalah sebagai berikut.


Volume = Luas alas x tinggi = Luas segitiga ABC x AD


Penggunaan rumus untuk perhitungan di atas tidak bermasalah bagi siswa karena sesuai dengan kehidupan sehari-hari. Segitiga ABC merupakan alas prisma dan AD merupakan tingginya.

Permasalahan akan terjadi jika bangunnya direbahkan.


Untuk menghitung volume prisma di atas, maka yang dijadikan sebagai alas adalah segitiga ABC atau segitiga DEF. Wuih, anehkan! Entah sejak kapan istilah alas digunakan untuk menyatakan sesuatu yang tidak terletak di dasar bangun.

Lebih-lebih lagi untuk tinggi prisma. Untuk menghitung volume prisma, maka yang merupakan tingginya adalah AD atau BE, atau CF. Aneh lagi kan! tinggi ko mendatar.

Kalau kita lihat pada bangun prisma di atas, seharusnya yang dikatakan alas adalah segiempat ACFD. Begitu pula tinggi, seharusnya yang memenuhi adalah AB. Membingungkan bukan! Wajar saja kalau siswa keliru menghitung volume bangun prisma.

Inilah yang saya maksud adanya penyimpangan istilah-istilah matematika dengan kehidupan sehari-hari. Kalau ini dibiarkan maka lama-kelamaan akan membuat siswa merasa matematika tidak sesuai dengan kehidupan sehari-hari. Tentunya ini tidak kita inginkan bukan...........


Nah, setujukan anda dengan saya? Kalau ya, kira-kira istilah apa ya yang tepat untuk digunakan dalam rumus volume prisma? Saya harap para pembaca mau menyumbangkan pemikirannya.

Tantangan: Uji penalaran matematika anda


Tulisan-tulisan di blog ini sebelumnya telah membahas tentang dorongan penggunaan penalaran dalam memecahkan soal. Nah, berikut ini dicantumkan sebuah soal yang dapat diselesaikan dengan penalaran serta tidak melibatkan perhitungan yang rumit. Ingat, cobalah untuk memanfaatkan nalar anda. Hindari langkah-langkah algoritma yang menjemukan.


Berikut ini adalah kombinasi mobil-mobil mainan (mobil lucu dan mobil balap) disertai total harganya:



total harga: Rp. 137.000,00


total harga: Rp. 134.000,00

Berapakah total harga yang harus dibayar jika terdiri dari 4 mobil balap?


Ingat, gunakan penalaran anda. Tidak perlu memakai lambang x, y, atau lainnya. Lepaskan pikiran anda dari algoritma.

Selamat bernalar. Saya tunggu ya jawabannya disertai nalarnya. Saya yakin orang lain akan terkejut melihat penalaran anda.

Senin, 19 Januari 2009

Level pertanyaan untuk mendorong penalaran siswa



Untuk meningkatkan kemampuan penalaran siswa, seyogyanya guru tidak hanya memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa yang bersifat mengingat kembali tentang sesuatu atau prosedur matematika (pertanyaan yang levelnya rendah). Melainkan juga seharusnya melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang mendorong siswa untuk berpikir, bernalar dan menjelaskan pengetahuannya (pertanyaan yang levelnya tinggi).

Misal pertanyaan yang levelnya rendah seperti berikut:



“apakah nama dari bangun ruang ini (sambil menunjukkan benda atau gambar bangun ruang)?”.



Pertanyaan di atas hanya menguji kemampuan ingatan siswa. Coba anda bandingkan dengan pertanyaan ini:



”Bagaimanakah kamu menjelaskan bentuk bangun ruang ini kepada temanmu melalui sebuah telpon sehingga temanmu dapat menggambarkannya kembali dengan benar?”.



Pertanyaan di atas akan mendorong siswa untuk menjelaskan pengetahuannya sehingga tidak hanya sekedar menyebutkan nama tetapi juga meningkatkan penalaran ruangnya.

Perhatikan juga pertanyaan berlevel rendah berikut ini:



”Berapakah hasil dari 8 x 3?”



Coba anda bandingkan dengan pertanyaan ini:



”Sebutkan dua bilangan yang jika dikalikan maka hasilnya sama dengan 24?”



Pertanyaan di atas tidak hanya sekedar menguji pengetahuan tentang hasil dari 8 x 3 tetapi akan mendorong siswa berpikir tentang dua bilangan lainnya sehingga penalarannya makin kaya. Atau pertanyaan yang lebih tinggi:



”Seandainya kamu mengetahui perkalian dari 1 x 3 hingga 5 x 3. Kemudian kamu lupa berapa hasil perkalian dari 8 x 3. Bagaimanakah caramu untuk menemukan hasilnya?”



Bagaimana menurut anda pertanyaan di atas?..............................

Bagi guru yang ingin membangun penalaran matematika siswa maka cobalah untuk memberi pertanyaan-pertanyaan yang tidak hanya berlevel rendah tetapi juga berlevel tinggi. Pertanyaan yang berlevel rendah untuk sekedar menguji ingatan siswa sedangkan pertanyaan yang berlevel tinggi untuk mengetahui lebih dalam tentang pengetahuan dan penalarannya.

Apakah anda setuju dengan pernyataan saya?

Mungkin anda memiliki pertanyaan-pertanyaan lain yang levelnya tinggi? Silahkan tuliskan pada komentar anda. Pertanyaan-pertanyaan itu akan memperkaya tulisan ini. Sebelumnya saya ucapkan terima kasih......

Minggu, 18 Januari 2009

OPEN ENDED (soal alternatif untuk pelajaran matematika)

Saat ini, pentingnya matematika untuk pengembangan proses berpikir dan bernalar tidak diiringi dengan usaha untuk memberikan pemahaman yang baik kepada siswa tentang apa itu matematika. Banyak siswa yang menganggap bahwa matematika itu adalah kumpulan perhitungan angka-angka dan aturan-aturan yang harus dimengerti (Walle, 2006). Adanya anggapan matematika sebagai ilmu yang didominasi oleh perhitungan angka-angka dan aturan-aturan untuk memperoleh hasil yang benar, menyebabkan siswa menganggap bahwa matematika itu adalah mata pelajaran yang kaku (harus sesuai, tidak boleh menyimpang).

Al-Jupri (2007) mengemukakan bahwa pemahaman yang keliru tentang matematika itu kaku dan prosedural terjadi salah satunya disebabkan oleh soal-soal dalam matematika sekolah. Soal-soal itu kebanyakan bersifat tertutup (closed ended). Permasalahan atau soal yang sifatnya tertutup (closed ended) menurut Suherman, dkk (2003), adalah permasalahan yang telah diformulasikan dengan baik dan lengkap sehingga bersifat unik (hanya ada satu solusi). Sejalan dengan pendapat ini, Cooney, dkk (tt) mengemukakan bahwa soal bersifat tertutup karena jawaban yang diinginkan telah ditetapkan sebelumnya dan spesifik. Selain itu, Yee (tanpa tahun) juga mengemukakan bahwa soal tertutup adalah soal yang telah terstruktur dengan lengkap dan memiliki satu jawaban benar serta dikerjakan dengan suatu cara (aturan) yang sudah baku. Berdasarkan pernyataan-pernyataan ini, orientasi dari soal-soal closed ended problem adalah jawaban akhir yang tunggal dan dikerjakan dengan sebuah prosedur yang baku.

Orientasi pada jawaban akhir dan sebuah penyelesaian yang baku membuat siswa menghargai aturan-aturan atau rumus-rumus matematika, namun sebenarnya menjauhkan mereka dari matematika sebagai pengembangan proses berpikir. Soal ”tradisional” seperti ini membuat siswa menghargai belajar aturan tetapi memberi sedikit kesempatan kepada mereka untuk bagaimana berpikir dalam mengerjakan matematika. Akibatnya, Walle (2006) mengemukakan bahwa hanya sedikit anak yang berhasil belajar aturan-aturan dan memperoleh nilai yang baik, tetapi mereka bukanlah pemikir yang baik.

Untuk melibatkan proses berpikir, seharusnya semua soal-soal dalam pelajaran matematika tidak hanya bersifat tertutup melainkan juga bersifat terbuka. Permasalahan ini disebut juga open ended problem (question). Pada soal open ended, jawaban yang benar dapat lebih dari satu dan strategi atau metode penyelesaiannya pun lebih dari satu karena bergantung pada hasil pemikiran dan penalaran siswa. Inilah kelebihan soal open ended dibanding soal closed ended. Pada soal open ended, siswa diperbolehkan untuk mengungkapkan pemikirannya (Cooney, dkk; tt), tidak terlalu berorientasi pada jawaban akhir melainkan diorientasikan pada bagaimana memperoleh jawabannya (Suherman, dkk; 2003), dan melatih siswa untuk menggunakan penalaran dan kreativitas berpikir (Al-Jupri, 2007).



Hua ha ha ............ ha. Bahasanya formal banget. Maaf ya......... habisnya bingung mau mengubah ke bahasa yang lebih santai.......



Ingin tahu lebih banyak tentang apa itu soal open ended. Nih, daftar bacaan /blog yang aku jadikan referensi. Beberapa bacaan yang berasal dari internet aku sertakan dengan link nya.





Walle, John A. 2008. Matematika Sekolah Dasar dan Menengah: Pengembangan Pengajaran. Jilid 1. Edisi Keenam. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Jupri, Al. 2007 Open Ended Problems dalam Matematika. http://mathematicse.wordpress.com/2007/12/25/open-ended-problems-dalam-matematika. Klik disini.........

Suherman, Erman; dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Universitas Pendidikan Indonesia: Bandung.

Cooney, Thomas J.; dkk. Tanpa tahun. The Nature of Open-Ended Questions. http://books.heinemann.com/math/nature.cfm. Klik disini.......





Ini bisa didownload (diunduh)



Capraro, Mary Margaret; dkk. Tanpa tahun. What are students thinking as they solve open-ended mathematics problems?. Mau download, klik disini.......

Yee, Foong Pui. Tanpa Tahun. Using Short Open-ended Mathematics Questions to Promote Thinking and Understanding. National Institute of Education, Singapore. Mau download, klik disini.......

Yeo, Joseph B.W. 2007. Mathematical Tasks: Clarification, Classification and Choice of Suitable Tasks for Different Types of Learning and Assessment. National Institute of Education, Nanyang Technological University. Mau download, klik disini ..................

Sabtu, 17 Januari 2009

TRIK CEPAT MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA

(Algoritma yang tetap dapat terlupakan)



Baru-baru saja aku menonton tayangan televisi di sebuah stasiun televisi swasta. Tayangan itu cukup menarik karena membahas trik cepat mengerjakan soal-soal ujian matematika tentang materi perbandingan. Namun saat pembahasan dengan trik cepat aku malah tertawa keras. Saking kerasnya membuat salah seorang teman kos ku terkejut dan sehingga dia tertarik ikut menonton. Dan tahukah kamu apa yang terjadi? Dia juga ikut tertawa. Hua...ha...ha...ha.... Mau tau ceritanya?

Begini ceritanya. Pada jaman dahulu kala ........... (alah.....jadi ngawur. Sorry)

Ada soal seperti ini (kira-kira aja ya kata-katanya, lupa. Tapi konsepnya tetap diusahakan sama)





2 orang pekerja mampu menyelesaikan suatu proyek selama 12 hari. Jika pekerjanya ditambah 6 orang, berapa lama proyek itu selesai?

Penyelesaiannya dengan cara biasa seperti ini.

Diketahui :

n1 = 2 orang

t1 = 12 hari

n2 = 2 + 6 = 8 orang

Tanya : n2 (waktu yang diperlukan setelah ditambah pekerjanya)?

Jawab. Karena semakin banyak pekerja maka waktu yang dihabiskan makin sedikit maka hal ini merupakan perbandingan terbalik. (ciri-cirinya perbandingan terbalik adalah jika variabel x semakin naik tetapi variabel y semakin turun).

Kalau begitu maka perkalian pasangan masing-masing komponen akan menghasilkan konstanta yang sama. Artinya:



Jadi, perlu waktu sebanyak 3 hari.

Nah, setelah itu muncul ungkapan:

Bukan SAYA (maaf nama tayangan dirahasiakan) kalau tidak ada trik cepatnya. Begini caranya:

Karena ini perbandingan terbalik, maka

Hebat bukan? Cuma satu baris (dengan bangganya dia tertawa).



Melihat trik cepat ini, kontan saja saya tertawa. Ini kan cara yang sama seperti cara sebelumnya, hanya beberapa langkah dihilangkan. Coba perhatikan langkah kedua pada cara sebelumnya. Kalau 8 kita pindahkan pakai kali silang*, maka 8 kan berada di bawah. Jadinya sama dengan cara di atas. Cara pertama terlihat panjang karena urutan pekerjaan diperlihatkan. Kemudian teknik pindah silang baru dijalankan pada langkah ke empat.

Hua...ha...ha.... lucu kan (mudah-mudahan anda juga merasa lucu).

Kalau anda merasa lucu, maka seharusnya anda tertawa juga pada hampir semua trik cepat yang ada sekarang ini. Hampir semuanya memiliki karakteristik seperti di atas. Trik cepat biasanya merupakan cara yang panjang tetapi beberapa baris dihilangkan. Lalu cara cepat itu ditulis dengan rumus tersendiri yang sepertinya terpisah dari rumus sebenarnya (coba aja kita mau tekun, maka kita dapat menemukan semua cara atau trik cepat melalui penurunan rumus sebenarnya).

Terlepas dari itu semua, jika kita perhatikan dengan seksama baik menggunakan rumus sebenarnya maupun trik cepat, maka keduanya merupakan suatu algoritma. Dikatakan algoritma karena adanya urutan langkah-langkah tertentu dalam mengerjakan. Nah, kalau lupa pada langkahnya, matilah kita. Pasti kita tidak mampu mengerjakannya. Apalagi untuk trik cepat karena lain soal lain pula trik cepatnya. Artinya, jauh lebih banyak menghapal trik cepat dibandingkan hanya menghapal rumusnya. Sekali lagi, kalau lupa cara cepatnya atau karakteristik soalnya, Matilah kita. (weleh...weleh.... matinya dua kali. Mungkin karena ini ya plesetan kata matematika adalah mati-matian)

Kalau seandainya pembelajaran matematika tidak menitikberatkan pada rumus dan urutan-urutan langkah penggunaan melainkan pada berpikir dan bernalar kreatif siswa, maka hal ini tidak perlu terjadi. Siswa tidak perlu banyak menghapal karena mampu berpikir dan bernalar sendiri untuk menyelesaikan soal. Artinya siswa dibebaskan untuk menentukan penyelesaian berdasarkan pemikiran dan penalarannya sendiri. Coba perhatikan contoh soal di atas, kita akan menyelesaikannya dengan logika.

”Kalau 2 orang selesainya 12 hari, maka kalau pekerja menjadi 4 orang selesainya menjadi 6 hari. Ya kan.... nah kalau 4 orang selesainya 6 hari maka tentunya kalau pekerjanya menjadi 8 orang, berarti selesainya menjadi 3 hari”. Selesai bukan. Pakai nalar aja bisa kok.

Coba juga persoalan berikut.



Andi memandang dari jendela sebuah taman dekat rumahnya. Dia melihat bahwa masing-masing orang di taman membawa seekor anjing piaraannya. Setelah itu dia menghitung banyaknya semua kaki di taman itu dan ternyata ada 54 buah. Berapa banyaknya anjing peliharaan yang ada di taman?



Hayo, bagaimana mengerjakannya. Pasti di antara anda sudah keluar tuh lambang-lambang x dan y. Ya kan? Lalu karena manusia punya dua kaki dan anjing punya empat kaki pasti ada yang memikirkan 2x + 4y = 54. benar kan? Nah, sekarang bagaimana persamaan lainnya????.............

Kalau anda memikirkan cara di atas, maka kalau boleh saya katakan di kepala anda sudah tertanam algoritma yang kuat. Jika anda menemukan persamaan satunya maka anda dapat menyelesaikannya dengan teknik substitusi atau teknik lainnya. Tapi kalau tidak, apa yang terjadi?

Sebenarnya kalau kita mau berpikir dan bernalar kreatif, maka kita dapat menggunakan logika saja. Misalnya seperti ini......

Manusia punya 2 kaki

Seekor anjing punya 4 kaki

Satu pasang (manusia dan anjing peliharaan) totalnya 6 kaki. Karena terdapat 54 kaki berarti ada 9 pasang.

Jadi ada 9 ekor anjing peliharaan.

Selesai. tanpa ada rumus-rumus yang bikin ribet.

Jika kita mau menggunakan logika yang diwujudkandalam berpikir dan bernalar maka hampir semua permasalahan dapat kita selesaikan. Terutama permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Bukan kah untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi kita menyelesaikannya dengan logika dan berpikir, bukannya dengan rumus-rumus yang njelimet?

Bebaskan para siswa berpikir dan bernalar. Biarkan kedua komponen itu berkembang dengan baik dalam diri siswa. Karena keduanya diperlukan oleh siswa untuk menghadapi kehidupan.

*) teknik perhitungan memindahkan bilangan dalam perhitungan baik dari ruas kiri ke kanan atau sebaliknya adalah teknik yang tidak sesuai konsep matematika. Seperti perkalian silang sehingga bagi jadi kali. Atau pada penjumlahan, seperti yang tadinya positif jadi negatif.