Senin, 11 Juli 2011

Struktur Modal dan Kebijakan Deviden

BAB I
Pendahuluan

Pasar modal merupakan salah satu wahana yang dapat dimanfaatkan untuk memobilisasi dana, baik dari dalam atau luar negeri. Kehadiran pasar modal memperbanyak pilihan sumber dana (khususnya dana jangka panjang) bagi perusahaan. Hal ini berarti keputusan pembelanjaan dapat menjadi semakin bervariasi
Kehadiran bursa efek sebagai lembaga penunjang pasar modal telah ikut berperan serta dalam menunjang perkembangan perusahaan-perusahaan yang ada dalam satu negara. Melalui bursa efek perusahaan dimungkinkan untuk mencari alternatif penghimpunan dana selain melalui perbankan. Perusahaan yang akan melakukan ekspansi dapat mendapatkan dana tidak hanya dalam bentuk kredit perbankan tetapi juga dalam bentuk equity (modal sendiri). Melalui bursa efek memungkinkan suatu perusahaan untuk menerbitkan sekuritas yang berupa saham.
Setiap perusahaan yang menerbitkan saham secara umum bertujuan untuk meningkatkan harga atau nilai sahamnya guna memaksimalkan kekayaan atau kemakmuran para pemegang sahamnya.
Kebijakan stuktur modal merupakan kebijakan tentang bauran dari segenap sumber pendanaan jangka panjang yang digunakan perusahaan. Kebijakan struktur modal akan berpengaruh positif terhadap nilai saham melalui penciptaan bauran atau kombinasi sumber dana (hutang jangka panjang dan modal sendiri) sehingga mampu memaksimalkan nilai saham. Dalam kondisi tertentu perusahaan dapat memenuhi kebutuhan dananya dengan mengutamakan sumber-sumber dari dalam perusahaan, akan tetapi adakalanya juga dana sudah sedemikian meningkat karena pertumbuhan perusahaan, dan dana Internal telah di gunakan semua, maka tidak ada pilihan lain selain menggunakan dana yang berasal dari luar perusahaan yang berupa hutang (debt). Penggunaan hutang dalam suatu perusahaan akan menaikkan nilai saham, karena adanya kenaikan pajak yang merupakan pos deduksi terhadap biaya hutang, namun pada titik tertentu penggunaan hutang dapat menurunkan nilai saham karena adanya pengaruh biaya kepailitan dan biaya bunga yang di timbulkan dari adanya penggunaan hutang. Kebijakan deviden merupakan kebijakan tentang berapa banyak bagian keuntungan yang dibagikan sebagai deviden. Keputusan untuk menentukan berapa banyak deviden yang harus di bagikan kepada pemegang saham, khususnya pada perusahaan yang go public, akan memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan yang tercemin dari harga saham. Jika perusahaan memiliki laba setiap tahunnya, maka perusahaan tersebut akan berfikir apakah dari laba yang di perolehnya tersebut akan di berikan semua atau sebagian atau seluruhnya di tahan untuk di investasikan kembali. Persoalan ini sebenarnya bukan persoalan biasa, karena akan mempunyai implikasi pada naik turunya harga saham perusahaan. Karena berkaitan dengan itulah di perlukan adanya pengaturan yang matang tentang bagaimana penentuan laba yang di peroleh di alokasikan pada deviden dan laba yang harus dibayar.
Kebijakan deviden akan berpengaruh positif terhadap nilai saham, melalui penciptaan keseimbangan di antara deviden saat ini dan laba di tahan sehingga mampu memaksimalkam nilai saham. Jika perusahaan bersangkutan menjalankan kebijakan untuk membagikan tambahan tunai maka akan cenderung meningkatkan harga saham, namun jika nilai deviden tunai meningkat maka makin sedikit dana yang tersedia untuk reinvestasi sehingga tingkat pertumbuhan perusahaan yang di harapkan untuk masa mendatang akan rendah, dan hal ini akan menurunkan harga saham. Nilai saham akan maksimal jika terjadi keseimbangan antara deviden saat ini dan laba di tahan.
Adanya tujuan perusahaan untuk memaksimalkan harga atau nilai saham, menuntut perusahaan dalam pengambilan keputusan untuk selalu memperhitungkan akibatnya terhadap nilai atau harga sahamnya. Jika perusahaan ingin mencapai tujuannya maka setiap keputusannya harus di evaluasi pengaruhnya terhadap harga saham. Untuk itu keputusan sruktur modal dan kebijakan deviden harus selalu di evaluasi atas dasar akibatnya terhadap nilai atau harga sahamnya
Meskipun harga atau nilai yang terjadi di pasar pada saat keputusan struktur modal dan kebijakan deviden di umumkan, bukan merupakan satu-satunya pedoman yang digunakan untuk pengambilan keputusan, namun demikian setiap perusahaan harus menyadari bahwa nilai atau harga saham yang terjadi di pasar merupakan pedoman yang penting untuk mengevaluasi keputusan perusahaan, yaitu untuk mengevaluasi apakah kebijakan struktur modal dan kebijakan deviden dapat memaksimalkan harga sahamnya.
Dampak kebijakan struktur modal dan kebijakan deviden terhadap harga pasar saham merupakan hal penting yang harus diperhatikan oleh perusahaan karena kebijakan struktur modal dan kebijakan deviden menyangkut keputusan vinansial yang acap kali dilakukan oleh setiap perusahaan dan lewat keputusan inilah nilai perusahaan yang nantinya akan berpengaruh terhadap harga pasar saham perusahaan tersebut.
Perusahaan manufaktur sebagai salah satu sektor usaha yang ada dalam suatu negara sangat perlu mengevaluasi keputusan-keputusannya guna memaksimalkan nilai sahamnya. Mengingat bahwa perusahaan sektor manufaktur yang telah mencatatkan dibursa efek, dan telah menghimpun dananya dengan menerbitkan saham, dan perusahaan manufaktur merupakan investasi jangka panjang yang penuh dengan resiko dan ketidakpastian.

















BAB II
PEMBAHASAN MATERI

A. KEBIJAKAN STRUKTUR MODAL

1. METODA – METODA DALAM MANAJEMEN STRUKTUR MODAL
 Mengapa struktur modal perlu diperhatikan ? Hal ini memotivasi manajemen perusahaan untuk mencari suatu struktur mosal yang optimal untuk perusahaannya . Beberapa alat atau metoda dapat digunakan untuk menentukan suatu pilihan sehingga akan sangat bermanfaat untuk menjawab pertanyaan semacam ini “ Dimasa mendatanng, jika kita memerlukan dana 500 juta, apakah kita sebaiknya menerbitkan saham atau obligasi ?” Metoda dasar tersebut adalan (a) Analisis EBIT – EPS, (b) Perbandingan rasio – rasio leverage, dan (c) Anaisis arus kas perusahaan.

a). Analisis EBIT – EPS.
 Melalui analisis ini manajemen dapat melihat dampak dari berbagai alternatif pendanaan terhadap EPS ( Earning per share ) pada tingkatan EBIT ( Earning Before Interest and Tax ) yang bervariasi. Yang dimaksud dengan EPS adalah laba bersih sesudah pajak atau Earning After Tax ( EAT ) dibagi jumlah lembar saham perusahaan yang beredar.

Pada analisis ini, hubungan antara EBIT dan EPS dapat dicari dengan cara:
1. Menghitung EPS pada berbagai alternatif pendanaan untuk EBIT tertentu , dan
2. Mengulang lankah pertama untuk EBIT yang berbeda – beda. Hasilnya kemudian digambarkan dalam grafik EBIT-EPS.

 Indifference point memberikan masukan penting bagi manajemen dalam memilih alternatif pembelanjaan, Jika expected EBIT lebih besar dari indifference point, perusahaan sebaiknya menggunakan hutang. Jika sebaliknya, menggunakan saham akan lebih menguntungkan. Perlu dicatat bahwa keputussan ini bisa salah jika actual EBIT tidak besar yang diharapkan. Oleh karena itu, didalam mengambil keputusan, manajemen harus memperhatikan juga deviasi standard ( tingkat variabilitas ) EBIT perusahaan. Expected dan deviasi standard EBIT dapat dicari dengan mengembangkan sejumlah skenario tentang EBIT dimasa mendatang beserta dengan probabilita terjadinya. Jika deviasi standard EBIT relatif besar, manajemen harus lebih hati – hati karena expected EBIT menjadi kurang dapat dipercaya. Sebaiknya manajemen memutuskan menggunakan hutang hanya bila ecpected EBIT cukup jauh di atas indifference point.


EAT ( saham ) EAT ( hutang )
=
Jumlah saham Jumlah saham



( EBIT* - C1) ( 1 – T ) (EBIT* - C2 ) ( 1 – T)
=
S1 S2


Dimana:
EBIT * = Indifferent point
C1 = Biaya bunga pada alternatif pembelanjaan 1
C2 = Biaya bunga pada alternatif pembelanjaan 2
S1 = Jumlah saham pada alternatif pembelanjaan 1
S2 = Jumlah saham pada alternatif pembelanjaan 2
T = Tingkat pajak



(b) Perbandingan Rasio – Rasio Leverage
 Tujuan dari analisis ini adalah untuk menentukan efek dari setiap alternatif pendanaan terhadap rasio – rasio leverage ( penggunaan hutang ). Manajemen kemudian dapat membandingkan rasio – rasio yang ada saat ini dan rasio – rasio pada alternatif pendanaan tertentu dengan rasio – rasio industri sejenis. Rasio Leverage terdiri dari (1) Rasio Hutang ( debt ratio ), (2) Rasio Jaminan ( coverege ratio ).

 Rasio hutang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka panjang, sedangkan rasio jaminan menunjukkan kemampuan untuk membayar bunga dan pokok pinjamn yang jatuh tempo. Untuk menghitung rasio hutang, manajemen menggunakan informasi dari neraca. Untuk menghitung rasio jaminan, informasi dari laporang rugi – laba yang dipergunakan.

Manajemen dapat menggunakan metoda perhitungan rasio sbb :
1. Rasio Hutang:
a. Total hutang/Total aktiva
b. Hutang jangka panjang/ (Hutang jangka panjang + Modal sendiri)
c. Total hutang/ Modal sendiri

2. Rasio Jaminan:
a. Time interest earned = EBIT/Biaya bunga
b. Debt service coverage = EBIT / [ biaya bunga + (pembayaran pokok pinjman/1 – pajak) ]

 Rasio hutang dan rasio jaminan dapat dihitung berdasarkan : (1) posisi keuangan perusahaan pada saat ini, (2) posisi keuangan perusahaan dengan alternatif – alternatif pendanaan yang ada seperti 100 % modal sendiri, 100% hutang dsb. Rasio – rasio tersebut kemudian dibandingkan dengan rasio indusstri. Dari perbandingan tersebut, manajemen dapat menentukan alternatif pendanaan yang paling tepat bagi perusahaan. Hal ini tidak berarti bahwa manajemen harus mempertahankan rasio yang sama dengan rasio industri. Kegunaan perbandingan rasio dengan rasio industri adalah jika perusahaan memilih rasio hutang dan rasio jaminan yang menyimpang dari rasio industri, ia harus memiliki alasan yang kuat.

(c) Analisis Arus Kas Perusahaan
 Metoda ini menganalisis dampak keputusan struktur modal terhadap arus kas perusahaan. Metoda ini sederhana tetapi sangat bermanfaat. Metoda ini melibatkan persiapan suatu seri anggaran kas pada (1)kondisi perekonomian yang berbeda, (2) struktur modal yang berbedaArus kas bersih pada situasi yang berbeda ini dapat dianalisis untuk menentukan apakah beban tetap perusahaan ( pokok pinjaman, bunga, sewa dan dividen saham preferen ) yang dihadapi perusahaan tidak terlalu tinggi. Ketidak mampuan perusahaan untuk membayar beban tetap bisa mengakibatkan “ financial insolvency “.

 Gordon Donaldson dari Harvard University menyarankan bahwa kapasitas beban tetap perusahaan sebaiknya tergantung pada arus kas bersih perusahaan yang diharapkan dapat terwujud pada saat perekonomian mengalami resesi. Dengan kata lain, target struktur modal ditentukan dengan membuat rencana untuk menghadapi “ kondisi terburuk yang mungkin terjadi “.

 Rumus berikut mendifinisikan CBr, saldo kas yang diharapkan perusahaan pada akhir periode resesi.

CBr = Co + NCFr – FC

Dimana:
Co = Saldo ka pada awal resesi
NCFr = Arus kas bersih dari operasi selama resesi
FC = Beban tetap perusahaan


ANALISIS SUBYEKTIF DALAM MANAJEMEN STRUKTUR MODAL

 Dalam menentukan struktur modal perusahaan , manajemen juga menerapkan analisi subyektif ( judgment ) bersama dengan analisis kuantitatif yang telah dibahas didepan. Berbagai faktor yang dipertimbangkan dalam pembuatan keputusan tentang struktur modal adalah :
a). Kelangsungan hidup jangka panjang ( Long – run viability ).
Manajer perusahaan, khusunya yang menyediakan produk dan jasa yang penting, memiliki tanggung jawab untuk menyediakan jasa yang berkesinambungan. Oleh karena itu, perusahaan harus menghindari tingkat penggunaan hutang yang dapat membahayakan kelangsungan hidup jangka panjang perusahaan.
b). Konsevatisme manajemen
Manajer yang bersifat konservatif cenderung menggunakan tingkat hutang yang “ konservatif “ pula ( sedikit hutang ) dari pada berusaha memaksimumkan nilai perusahaan dengan menggunakan lebih banyak hutang.
c). Pengawasan
Pengawasan hutang yang besar dapat berakibat semakin ketat pengawasan dari pihak kreditor ( misalnya, melalui kontrak perjanjian atau covenaut ). Pengawasan ini dapat mengurangi fleksibilitas manajemen dalam membuat keputusan perusahaan.
d). Struktur aktiva
Perusahaan yang memiliki aktiva yang digunakan sebagai agunan hutang cenderung menggunakan hutang yang relatif lebih besar. Misalnya , perusahaan real estate cenderung menggunakan hutang yang lebih besar dari pada perusahaan yang bergerak pada bidang riset teknologi
e). Risiko bisnis
Perusahaan yang memiliki risiko bisnis ( variabilitas keuntungannya ) tinggi cenderung kurang dapat menggunakan hutang yang besar ( karena kreditor akan meminta biaya hutang yang tinggi ). Tinggi rendahnya risiko bisnis ini dapat dilihat antara lain dari stabilitas harga dan unit penjualan, stabilitas biaya, tinggi rendahnya operating leverage, dll.
f). Tingkat pertumbuhan
Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi membutuhkan modal yang besar. Karena biaya penjualan ( flotation cost ) untuk hutang pada umumnya lebih rendah dari fenation cost untuk jaminan, perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi cenderung menggunakan lebih banyak hutang dbanding dengan perusahaan dengan tingkat pertumbuhan rendah.
g). Pajak
Biaya bunga adalah biaya yang dapat mengurangi pembayaran pajak, sedangkan pembayaran dividen tidak mengurangi pembayaran pajak. Oleh karena itu , semakin tinggi tingkat pajak perusahaan, semakin besar keuntungan dari penggunaan pajak.
h). Cadangan kapasitas peminjaman
Penggunaan hutang akan meningkatkan risiko, sehingga biaya mosal akan meningkat. Perusahaan harus mempertimbangkan suatu tingkat penggunaan hutang yang masih memberikan kemungkinan menambah hutang di masa mendatang dengan biaya yang relatif rendah
.

BEBERAPA CATATAN TENTANG KEBIJAKAN STRUKTUR MODAL

 Pada pertemuan tahunan Financial Management Association (FMA) pada tahun 1989, disimpukan beberapa hal mengenai struktur perusahaan.
a). Dalam praktik sangat sulit menentukan titik struktur modal yang optimal. Bahkan untuk membuat suatu range untuk struktur modal yang optimalpun sangat sulit. Oleh karena itu, kebanyakan perusahaan hanya memperhatikan apakah perusahaan terlalu banyak menggunakan hutang atau tidak.
b). Ada kenyataan bahwa walaupun struktur modal perusahaan dianggap jauh dari optimal, tapi dampaknya pada nilai perusahaan tidak terlalu besar. Dengan kata lain keputusan tentang struktur modal tidaklah sepenting keputusan investasi, yang memiliki dampak yang lebih besar terhadap nilai perusahaan.

 Berdasarkan hal – hal di atas, sebaiknya perusahaan lebih memfokuskan diri pada suatu tingkat hutang yang hati – hati ( prudent ) dari pada berusaha mencari tingkat hutang yang optimal. Tingkat hutang yang “ prudent “ harus dapat memanfaatkan keuntungan dari penggunaan hutang dan tetap menuju : (1) mempertahankan risiko finansial pada tingkat yang masih terkendali, (2) menjamin fleksibilitas pembelanjaan perusahaan, (3) mempertahankan “ credit rating “ perusahaan.

 Keputusan tentang sstruktur modal melibatkan analisis “ trade – off “ antara risiko dan keuntungan. Penggunaan hutang meningkatkan risiko perusahaan, tapi juga mengingkatkan keuntungan perusahaan oleh karena itu, struktur modal yang optimal akan menyeimbankan risiko dan keuntungan perusahaan.
 Metoda lain yang tidak jarang digunakan dalam menentukan struktur modal perusahaan adalah analisi perbandingan rasio struktur modal. Manajemen membandingkan struktur modal perusahaan mereka dengan struktur modal perusahaan pada industri yang sama. Suatu pilihan terhadap struktur modal yang menyimpang dari struktur modal industri harus memiliki alasan yang kuat.

 Suatu riset terhadap 170 manajer keuangan senior di AS menunjukkan bahwa sekitar 60 % percaya bahwa ada suatu struktur modal yang opetimal bagi perusahaan. Riset ini juga menunjukkan bahwa (1) manajer keuangan menetapkan suatu target rasio hutang bagi perusahaannya, (2) nilai rasio hutang ini dipergunakan untuk evaluasi terhadap risiko bisnis yang dihadapi perusahaan.





B. KEBIJAKAN DIVIDEN
1. Beberapa Teori Kebijakan Dividen :
 Manajemen mempunyai 2 alternatif perlakuan terhadap penghasilan bersih sesudah pajak ( EAT ) perusahaan yaitu :
1. Dibagi kepada para pemegang saham perusahaan dalam bentuk dividen
2. Diinvestasikan kembali ke perusahaan sebagai laba ditahan ( retaired earning ).
Pada umumnya sebagian EAT ( Earning After Tax ) dibagi dalam bentuk dividen dan sebagian lagi diinvestasikan kembali, artinya manajemen harus membuat keputusan tentang besarnya EAT yang dibagikan sebagai dividen. Pembuat keputusan tentang dividen ini disebut kebijakan dividen ( dividen policy ).
 Persentase dividen yang dibagi dari EAT disebut “ Dividend Payout Ratio “ ( DPR ).

Dividen yang dibagi
DPR =
EAT
Prosentasi laba ditahan dari EAT adalah 1 – DPR
 Ada berbagai pendapat atau teori tentang kebijakan dividen a.l :
a. Teori “ Dividen Tidak Relevan “ dari Modigliani dan Miller,
b. Teori “ The Bird in the Hand “ ,
c. Teori Perbedaan Pajak ,
d. Teori “ Signaling Hypothesis “ ,
e. Teori “ Clientele Effect “.

a. Teori “ Dividen Tidak Relevan “ dari Modigliani dan Miller :
 Menurut Modigliani dan Miller (MM) , nilai suatu perusahaan tidak ditentukan oleh besar kecilnya DPR, tapi ditentukan oleh laba bersih sebelum pajak ( EBIT ) dan kelas risiko perusahaan. Jadi menurut MM, dividen adalah tidak relevan.
 Pernyataan MM ini didasarkan pada beberapa asumsi penting yang “ lemah “ seperti :
1. Pasar modal sempurna dimana semua investor adalah rasional.
2. Tida ada biaya emisi saham baru jika perusahaan menerbitkan saham baru.
3. Tidak ada pajak
4. Kebijakan investasi perusahaan tidak berubah.
Pada praktiknya :
a). Pasar modal yang sempurna sulit ditemui ; b). biaya emisi saham baru pasti ada ; c). pajak pasti ada ; d). kebijakan investasi perusahaan tidak mungkin tidak berubah.
 Beberapa ahli menentang pendapatan MM tentang dividen adalah tidak relevan dengan menunjukkan bahwa adanya biaya emisi saham baru akan mempengaruhi nilai perusahaan. Modal sendiri dapat berasal dari laba ditahan dan menerbitkan saham biasa baru. Jika modal sendiri berasal dari laba ditahan, biaya modal sendiri sebesar Ks ( Biaya modal sendiri dari laba ditahan ). Tapi bila berasal dari saham biasa baru, biaya modal sendiri adalah Ke ( biaya modal sendiri dari saham biasa baru ).


D1
Ks = + g
Po

D1
Ke = + g
Po (1 – F)


 Beberapa ahli menyoroti asumsi tidak adanya pajak. Jika ada pajak maka penghasilan investor dari dividen dan dari capital gains ( kenaikan harga saham ) akan dikenai pajak. Seandainya tingkat pajak untuk dividen dan capital gains adalah sama, investor cenderung lebih suka menerima capital gains dari pada dividen karena pajak pada capital gains baru dibayar saat saham dijual dan keuntungan diakui / dinikmati. Dengan kata lain, investor lebih untung karena dapat menunda pembayaran pajak. Investor lebih suka bila perusahaan menetapkan DPR yang rendah, menginvestasikan kembali keuntungan dan menaikkan nilai perusahaan atau harga saham.


b. Teori “ The Bird in the Hand “ :

 Gordon dan Lintner menyatakan bahwa biaya modal sendiri perusahaan akan naik jika DPR rendah karena investor lebih suka menerima dividen dari pada capital gains. Menurut mereka, investor memandang dividend yield lebih pasti dari pada capital gains yield. Perlu diingat bahwa dilihat dari sisi investor, biaya modal sendiri dari laba ditahan ( KS ) adalah tingkat keuntungan yang disyaratkan investor pada saham. KS adalah keuntungan dari dividen ( dividend yield ) ditambah keuntungan dari capital gains ( capital gains yield ).

 Modigliani dan Miller menganggap bahwa argumen Gordon dan Lintner ini merupakan suatu kesalahan ( MM menggunakan istilah “ The Bierd in the hand Fallacy “ ) . Menurut MM, pada akhirnya investor akan kembali menginvestasikan dividen yang diterima pada perusahaan yang sama atau perusahaan yang memiliki risiko yang hampir sama.

c. Teori Perbedaan Pajak

 Teori ini diajukan oleh Litzenberger dan Ramaswamy. Mereka menyatakan bahwa karena adanya pajak terhadap keuntungan dividen dan capital gains, para investor lebih menyukai capital gains karena dapat menunda pembayaran pajak. Oleh karena itu investor mensyaratkan suatu tingkat keuntungan yang lebih tinggi pada saham yang memberikan dividend yield tinggi, capital gains yield rendah dari pada saham dengan dividend yield rendah, capital gains yield tinggi. Jika pajak atas dividend lebih besar dari pajak atas capital gains, perbedaan ini akan makin terasa.

 Jika manajemen percaya bahwa teori “ Dividen tidak relevan “ dari MM adalah benar, maka perusahaan tidak perlu memperdulikan berapa besar dividen yang harus dibagi, Jika mereka menganut teori “ The Bird in the Hand “, mereka harus membagi seluruh EAT dalam bentuk dividen. Dan bila manajemen cenderung mempercayai teori perbedaan pajak ( Tax Differential Theory ), mereka harus menahan seluruh EAT atau DPR = 0 %. Jadi ke 3 teori yang telah dibahas mewakili kutub – kutub ekstrim dari teori tentang kebijakan dividen. Sayangnya test secara empiris belum memberikan jawaban yang pasti tentang teori mana yang paling benar.


d. Teori “ Signaling Hypothesis “

 Ada bukti empiris bahwa jika ada kenaikan dividen, sering diikuti dengan kenaikan harga saham. Sebaliknya pernurunan diveden pada umumnya menyebabkan harga saham turun. Fenomena ini dapat dianggap sebagai bukti bahwa para investor lebih menyukai dividen dari pada capital gains. Tapi MM berpendapat bahwa suatu kenaikan dividen yang diatas biasanya merupakan suatu “ sinyal “ kepada para investor bahwa manajemen perusahaan meramalkan suatu penghasilan yang baik diveden masa mendatang. Sebaliknya, suatu penurunan dividen atau keanikan dividen yang dibawah keanaikan normal ( biasanya ) diyakini investor sebagai suatu sinyal bahwa perusahaan menghadapi masa sulit diveden waktu mendatang.

 Seperti teori dividen yang lain , teori “ Signaling Hypotesis “ ini juga sulit dibuktikan secara empiris. Adalah nyata bahwa perubahan dividen mengandung beberapa informasi. Tapi sulit dikatakan apakah kenaikan dan penurunan harga setelah adanya kenaikan dan penurunan dividen semata-mata disebabkan oleh efek “ sinyal “ atau disebabkan karena efek “ sinyal “ dan preferensi terhadap dividen.

e. Teori “ Clientele Effect “.

 Teori ini menyatakan bahwa kelompok ( clientele ) pemegang saham yang berbeda akan memiliki preferensi yang berbeda terhadap kebijakan dividen perusahaan.

 Kelompok pemegang saham yang membutuhkan penghasilan pada saat ini lebih menyukai suatu Dividend payout Ratio yang tinggi. Sebaliknya kelompok pemegang saham yang tidak begitu membutuhkan uang saat ini lebih senang jika perusahaan menahan sebagian besar laba bersih perusahaan.

 Jika ada perbedaan pajak bagi individu ( misalnya orang lanut usia dikenai pajak lebih ringan ) maka pemegang saham yang dikenai pajak tinggi lebih menyukai capital gains karena dapat menunda pembayaran pajak. Kelompok ini lebih senang jika perusahaan membagi dividen yang kecil. Sebalinya kelompok pemegang saham yang dikenai pajak relatif rendah cenderung menyukai dividen yang besar.

 Bukti empiris menunjukkan bahwa efek dari “ Clientele “ ini ada. Tapi menurut MM hal ini tidak menunjukkan bahwa lebih baik dari dividen kecil, demikian s ebaliknya. Efek “ Clientele “ ini hanya mengatakan bahwa bagi sekelompok pemegang saham, kebijakan dividen tertentu lebih menguntungkan mereka .

2. Kebijakan Dividen dalam Praktik

 Pada praktiknya perusahaan cenderung memberikan dividen dengan jumlah yang relatif stabil atau meningkat secara teratur. Kebijakan ini kemungkinan besar disebabkan oleh asumsi bahwa :
a. Investor melihat keanaikan dividen sebagai suatu tanda baik bahwa perusahaan memiliki prospek cerah, demikian sebaliknya. Hal ini membuat perusahaan lebih senang mengambil jalan aman yaitu tidak menurunkan pembayaran dividen ,
b. Investor cenderung lebih menyukai dividen yang tidak berfluktuasi ( dividen yang stabil ).

 Menjaga kestabilan dividen tidak berarti menjaga Dividend Payout Ratio tetap stabil karena jumlah nominal dividen juga tergantung pada penghasilan bersih perusahaan ( EAT ). Jika DPR dijaga kestabilannya, misalnya ditetapkan sebesar 50 % dari waktu ke waktu, tetapi EAT berfluktuasi, maka pembayaran dividen juga akan berfluktuasi

 Pada umumnya perusahaan akan menaikkan dividen hingga suatu tingkatan dimana mereka yakin dapat mempertahankannya diveden masa mendatang. Artinya jika terjadi kondisi yang terburuk sekalipun, perusahaan masih dapat mempertahankan pembayaran dividen – nya.


 Pada prakteknya ada perusahaan yang menggunakan model “ residual dividend “ dimana dividen ditentukan dengan cara :
1. Mempertimbangkan kesempat investasi perusahaan ;
2. Mempertimbangkan target struktur modal perusahaan untuk menentukan besarnya modal sendiri yang dibutuhkan untuk investasi.
3. Memanfaatkan laba ditahan untuk memenuhi kebutuhan akan modal sendiri tersebut semaksimal mungkin
4. Membayar dividen hanya jika ada sisa laba.
Dengan demikian, besarnya dividen bersifat fluktuatif. Model “ Residual Dividend “ ini berkembang karena perusahaan lebih senang menggunakan laba ditahan dari pada menerbitkan saham baru untuk memenuhi kebutuhan modal sendiri, alasannya :
1). Menerbitkan saham menimbulkan biaya emisi saham ( flotation cost ) dan 2). Menruut teori “ signaling hypothesis “ penerbitan saham baru sering salah artikan oleh investor bahwa perusahaan kesulitan keuangan sehingga menyebabkan penurunan harga saham.

 Model “ Residual dividend “ menyebabkan dividen bervariasi jika kesempatan investasi perusahaan juga bervariasi ( fluktuasi ) , Jika kita percaya pada teori “ signaling hypothesis “. maka model ini sebaiknya tidak diguanakn secara kaku untuk menetapkan besarnya dividen secara “ year to year basis “. Model ini lebih banyak digunakan sebagai penuntun untuk menetapkan sasaran payout ratio jangka panjang yang memungkinkan perusahaan memenuhi kebutuhan akan modal sendiri dengan laba ditahan.

 Pada praktiknya, ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi manajemen dalam menentukan kebijakan dividen , a.l :
1. Perjanjian Hutang , pada umumnya perjanjian hutang antara paerush dengan kreditor membatasi pembayaran dividen. Misalnya, dividen hanya dapat diberikan jika kewajiban hutang telah dipenuhi perusahaan dan atau rasio – rasio keuangan menunjukkan bank dalam kondisi sehat.

2. Pembatasan dari saham Preferen , tidak ada pembayaran dividen untuk saham biasa jika dividen saham preferan belum dibayar.

3. Tersedianya Kas, Dividen berupa uang tunai ( cash dividend ) hanya dapat dibayar jika tersedianya uang tuani yang cukup. Jika likuiditas baik, perusahaan dapat membayar dividen.

4. Pengendalian , Jika manajemen ingin mempertahankan kontrol terhadap perusahaan, ia cenderung untuk segan menjual saham baru sehingga lebih suka menahan laba guna memenuhi kebutuhan dana / baru. Akibatkanya dividen yang dibayar menjadi kecil. Faktor ini menjadi penting pada perusahaan yang relatif keci.

5. Kebutuhan dana untuk Investasi , Perusahaan yang berkembang selalu membutuhkan dana baru untuk diinvestasikan pada proyek – proyek yang menguntungkan. Sumber dana baru yang merupakan modal sendiri ( equity ) dapat berupa penjualan sham baru dan laba ditahan. Manajemen cenderung memanfaatkan laba ditahan karena penjualan saham baru menimbulkan biaya peluncuran saham ( flotation cost ) . Oleh karena itu semakin besar kebutuhan dana investasi, semakin kecil dividen payout ratio.

6. Fluktuasi Laba, Jika laba perusahaan dapat membagikan dividen yang relatif besar tanpa takut harus menurunkan dividen jika laba tiba – tiba merosot. Sebaliknya jika laba perusahaan berfluktuasi, dividen sebaiknya kecil agar kestabilannya terjaga. Selain itu, perusahaan dengan laba yang berfluktuasi sebaiknya tidak banyak menggunakan hutang guna mengurangi risiko kebangkrutan. Konsekuensinya laba ditahan menjadi besar dan dividen mengecil.

3. Stock Repurchase, Stock Dividend dan Stock Split

a. Stock Repurchase

 Sebagai alternatif terhadap pemberian dividen berupa uang tunai ( cash dividen ) , perusahaan dapat mendistribusikan pendapatan kepada pemegang saham dengan cara membeli kembali saham perusahaan ( repuchasing stock ).

 Harga stock repurchase pada ekilibrium dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

( S x Pc )
P* =
( S – n )

dimana:
P* : harga stock repurchase equilibrium
S : jumlah saham beredar sebelum stock repurchase
Pc : harga saham saat ini sebelum stock repurchase
N : jumlah lembar saham yang akan dibeli kembali oleh perusahaan.

 Keuntungan stock repurchase bagi pemegang saham :
1) Stock repuchase sering di pandang sebagai tanda positif bagi investor karena pada umumnya stock repuchase dilakukan jika perusahaan merasa bahwa saham “ undervalued “.
2) Stock repuchase mengurangi jumlah saham yang beredar dipasar. Setelah stock repuchase ada kemungkinan harga saham naik.

 Kerugian bagi pemegang saham :
1). Perusahaan membeli kembali saham dengan harga yang terlalu tinggi sehingga merugikan pemegang saham yang tidak menjual kembali sahamnya.
2). Keuntungan stock repuchase dalam bentuk capital gains, padahal sebagian investor menyukai dividen.

 Keuntungan bagi perusahaan :
1). Menghindari kenaikan dividen. Jika dividen naik terlalu tinggi dikhawatirkan di masa mendatang perusahaan terpaksa membagi dividen yang lebih kecil ( pada masa sulit atau banyak kebutuhan dana investasi ) yang dapat memberi petanda negatif. Stoc repuchase merupakan alternatif yang baik untuk mendistribusikan penhasilan yang diatas normal ( extraordinary earnings ) kepada pemegang saham.
2). Dapat digunakan sebagai strategi untuk mengacau usaha pengambil – alihan perusahaan ( yang biasanya dilakukan dengan cara membeli saham sebanyak –b anyaknya hingga mencapai jumlah saham mayoritas ) Stock repuchase dapat menggalkan usaha ini.
3). Mengubah struktur modal perusahaan. Misalnya, perusahaan ingin meningkatkan rasio hutang dengan cara menggunakan hutang baru untuk membeli kembali saham yang beredar.
4). Saham yang ditarik kembali dapat dijual kembali ke pasar jika perusahaan membutuhkan tambahan dana.

 Kerugian bagi perusahaan adalah :
1). Dapat merusak image perusahaan karena sebagian investor merasa bahwa stock repuchase merupakan indikator bahwa manajemen perusahaan tidak mempunyai proyek – proyek baru yang baik. Namun demikian, jika perusahaan benar – benar tidak memiliki kesempatan investasi yug baik, ia memang sebaiknya mendistribusikan dana kembali kepada pemegang saham. Tidak banyak bukti empiris yang mendukung alasan ini.
2) Setelah stock repuchase, pasar mungkin merasa bahwa risiko perusahaan meningkat sehingga dapat menurunkan harga saham.

 Jika harus memilih antara stock repuchase dan pembayaran dividen tunai, pada pasar yang sempurna ( dimana tidak ada pajak , biaya komisi untuk jual – beli saham dan efek sinyal dari pemberian dividen ), investor akan indifferent terhadap ke 2 pilihan. Pada pasar yang tidak sempurna, investor mungkin akan memiliki preferensi terhadap salah satu dari ke 2 alternatif tersebut.

 Ada 3 metode yang dapat digunakan untuk membeli kembali saham :
1. Saham dapat dibeli pada pasar terbuka ( open market )
2. Perusahaan membuat penawaran formal untuk membeli saham perusahaan dalam jumlah tertentu dan harga tertentu ( pendekatan tender offer )
3. Perusahaan membeli sejumlah sahamnya kembali dari satu atau beberapa pemegang saham besar ( pendekatan negotiated basis )

b. Stock Split dan Stock Dividend
 Stock split adalah tindakan perusahaan memecah saham yang beredar menjadi bagian yang lebih kecil. Stock dividend adalah tindakan perusahaan memberikan saham baru sebagai pembayaran dividen .

 Bagi pemegang saham stock split tidak membuat mereka bertambah kekayaannya karena kenaikan jumlah saham diimbangi dengan penurunan nilai saham . Stock dividend juga tidak menambah kekayaan pemegang saham.

 Jika tidak ada keuntungan secara ekonomis mengapa perusahaan melakukan stock split dan Stock dividend :
1. Stock split dilakukan untuk menjaga agar harga saham tetap berada pada optimal price range. Harga saham yang tinggi akan menyulitkan investor untuk membeli saham tersebut sehingga dapat menurunkan permintaan.
2. Stock dividend digunakan perusahaan yang ingin menghemat kas atau perusahaan dalam kesulitan keuangan. Masalah yang muncul jika perusahaan tidak membagi dividen tunai investor bisa salah persepsi terhadap emiten. Akibatnya harga saham bisa turun, sehingga untuk menghindari efek negatif ini perusahaan dapat membagi stock dividen sebagai pengganti dividen kas.

 Meskipun stock split dan stock dividen tidak berbeda secara pertimbangan ekonomis tapi perlakuan akuntansinya berbeda. Untuk stock dividen perusahaan harus melakukan kapitalisasi nilai pasar dari stock dividen dengan cara mentransfer sejumlah rupiah dari stock dividen ke rekening modal.






















BAB III
KESIMPULAN

Teori Struktur Modal meliputi
• Model Modigliani-Miller (MM) Tanpa Pajak
• Model Modigliani-Miller (MM) Dengan pajak
• Model Miller
• Financial Distress Dan Agency Costs
• Model Trade Off
• Teori Informasi Tidak Simetris (Assymetric Information Theory)
KEBIJAKAN STRUKTUR MODAL meliputi
• Metode Dalam Manajemen Struktur Modal
• Analisis Subyektif Dalam Manajemen Struktur Modal
• Beberapa Catatan Tentang Kebijakan struktur Modal
KEBIJAKAN DIVIDEN meliputi
• Beberapa Teori Kebijakan Dividen
• Kebijakan Dividen Dalam Praktik
• Stock Repurchase, Stock Dividend Dan Stock Split
• Stock Split dan Stock Dividend
BEBERAPA TEORI KEBIJAKAN DIVIDEN
 Dua alternatif perlakuan terhadap EAT :
a. Dalam bentuk dividen
b. Dalam bentuk laba ditahan (retained earning)
 Teori tentang Kebijakan Deviden :
a. Teori Dividen Tidak Relevan dari Modigliani dan Miller
b. Teori The Bird in the Hand
c. Teori Perbedaan Pajak
d. Teori Signaling Hypothesis
e. Teori Clientele Effect





















Daftar Pustaka


Agnes Sawir. 2004. Kebijakan Pendanaan dan Restrukturisasi Perusahaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Arief Sugiono. 2007. Manajemen keuangan Untuk Praktisi Keuangan. Jakarta : Grasindo

James Van Horne, John M. Wachowicz. 2007. Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan. Jakarta : Salemba Empat

Mohammad Samsul. 2006. Pasar Modal dan Manajemen Portofolio. Jakarta : Erlangga

Rasio Keuangan

BAB I
PENDAHULUAN


Pada dasarnya masyarakat luas mengukur keberhasilan perusahaan berdasarkan kemampuan perusahaan yang dilihat dari kinerja manajemen. Dari sudut pandang investor, analisis laporan keuangan digunakan untuk memprediksi masa depan, sedangkan dari sudut pandang manajemen, analisis laporan keuangan digunakan untuk membantu mengantisipasi kondisi di masa depan dan yang lebih penting, sebagai titik awal untuk perencanaan tindakan yang akan mempengaruhi peristiwa di masa depan.
Mereka yang berkepentingan terhadap perkembangan suatu perusahaan sangatlah perlu untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan tersebut. Kondisi keuangan perusahaan dapat diketahui dari laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan, yang terdiri dari laporan posisi keuangan, laporan laba rugi, serta laporan-laporan keuangan lainnya. Dengan mengadakan analisa terhadap pos-pos laporan posisi keuangan akan dapat diketahui atau akan diperoleh gambaran tentang posisi keuangan perusahaan. Sedangkan analisa terhadap laporan laba rugi akan memberikan gambaran tentang hasil atau pekembangan usaha perusahaan yang bersangkutan.
Pada mulanya laporan keuangan bagi suatu perusahaan hanyalah sebagai alat penguji dari pekerjaan bagian pembukuan, tetapi untuk selanjutnya laporan keuangan tidak hanya digunakan sebagai alat penguji saja tetapi juga sebagai dasar untuk menentukan atau menilai posisi keuangan perusahaan, dimana dari hasil penilaian tersebut pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan akan mengambil keputusan. Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut.
Analisis mengenai keadaan perusahaan dengan menggunakan laporan keuangan dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu : analisis horizontal, analisis vertical, common-sie statements, industry comparison, statement of cast flows dan financial ratio. Nilai perusahaan terdiri atas dua komponen, yaitu aset yang dimiliki (asset in place) dan kesempatan bertumbuh (growth opportunities). Aset yang dimiliki dan kesempatan bertumbuh proporsinya berbeda tergantung pada tahap siklus kehidupan perusahaan. Untuk mengukur nilai perusahaan dapat digunakan proksi Investment Opportunity Set (IOS). Ada beberapa proksi yang digunakan untuk mengukur IOS yang dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu proksi berbasis harga, proksi berbasis investasi dan variance measure.
Proksi berbasis harga mendasarkan pada perbedaan antara aset dan nilai perusahaan sehingga proksi ini sangat tergantung pada harga saham. Proksi berbasis harga adalah (1) rasio pasar terhadap nilai buku modal; (2) rasio buku terhadap nilai pasar harta; (3) Tobin’q; (4) rasio Laba terhadap Harga; (5) rasio Nilai Perusahaan terhadap property, peralatan dan perlengkapan; (6) rasio Nilai perusahaan terhadap penyusutan; (7) rasio nilai pasar terhadap modal dan nilai buku terhadap hutang; (8) Deviden; (9) return on equity (ROE); (10) rasio Pendapatan bukan bunga terhadap total pendapatan.
Proksi berbasis investasi menunjukkan tingkat aktivitas investasi yang tinggi secara positif berhubungan dengan IOS perusahaan. Proksi IOS berbasis investasi adalah (1) rasio Riset dan pengembangan terhadap harta; (2) rasio Riset dan pengembangan terhadap penjualan; (3) rasio Belanja modal terhadap nilai buku harta; (4) rasio Investasi terhadap penjualan bersih; (5) rasio Modal lainnya terhadap nilai buku harta; (6) rasio inverstasi terhadap laba; (7) Rasio nilai perusahaan.
Proksi berbasis variance mendasarkan pada ide bahwa pilihan akan menjadi lebih bernilai sebagai variabilitas dari return dengan mendasarkan pada peningkatan aset. Proksi berbasis variance adalah variance return, beta asset dan variance of asset deflated sales.


BAB II
PEMBAHASAN


Pada tahapan siklus kehidupan yang berbeda, IOS dan rasio-rasio akuntansi keuangan seperti rasio likuiditas, profitabilitas, aktivitas dan solvabilitas juga tidak sama nilainya. Keterkaitan antara IOS dan rasio-rasio keuangan tersebut dalam siklus kehidupan perusahaan dapat digunakan untuk mengetahui kinerja keuangan pada tahap siklus kehidupan perusahaan (Weston, J. Fred dan Eugene F. Brigman : 2000). Perspektif kinerja keuangan merupakan tujuan akhir perusahaan untuk memaksimumkan kemakmuran pemegang saham melalui maksimalisasi nilai perusahaan atau adanya tujuan bersama (goal congruen).
Pemakai laporan keuangan meliputi manajemen, pemegang saham, investor, kreditor, pemerintah dan pihak atau lembaga tertentu. Mereka menggunakan laporan keuangan untuk memenuhi kebutuhan informasi yang berbeda.
Menurut Sofyan Syafri Harahap (2001 : 120-122) bahwa para pemakai laporan keuangan beserta kegunaannya :
“1. Manajer : manajer ingin mengetahui situasi ekonomis perusahaan yang dipimpinnya. Seorang manajer selalu dihadapkan kepada 1001 masalah yang memerlukan keputusan cepat dan setiap saat. Untuk sampai pada keputusan yang tepat, ia harus mengetahui selengkap-lengkapnya kondisi keuangan perusahaan baik posisi semua pos laporan posisi keuangan (asset, utang dan modal), laba atau rugi, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, break ever, laba kotor;
2. Pemegang saham : pemegang saham ingin mengetahui kondisi keuangan perusahaan, asset, utang, modal, hasil, biaya dan laba. Ia juga ingin melihat prestasi perusahaan dalam pengelolaan manajer yang diberikan amanah. Ia juga ingin mengetahui jumlah deviden yang akan diterima, jumlah pendapatan per saham, jumlah laba ditahan. Begitu juga mengetahui perkembangan perusahaan dari waktu ke waktu, perbandingan dengan usaha sejenis dan perusahaan tertentu. Dari informasi ini, pemegang saham dapat mengambil keputusan apakah ia akan mempertahankan sahamnya, menjual atau menambahnya. Semua tergantung pada simpulan yang diambil dari informasi yang terdapat dalam laporan keuangan atau informasi tambahan tertentu;
3. Investor : investor dalam hal tertentu juga sama seperti pemegang saham. Bagi investor potensial, ia akan melihat kemungkinan potensi keuntungan yang akan diperoleh dari perusahaan yang dilaporkan”.

2.1. Pengertian Analisis Laporan Keuangan
Secara umum, analisis diketahui sebagai suatu proses memilah-milah bagian dari keseluruhan suatu kesatuan. Proses memilah-milah itu dilakukan untuk mengetahui hubungan bagian-bagian tertentu terhadap keseluruhannya dan menginterpretasikan juga menjelaskan suatu hal. Menurut Sofyan Syafri Harahap (2001 : 189) : “Analisis adalah memecahkan atau menguraikan sesuatu unit menjadi berbagai unit terkecil”.
Dengan melakukan analisis laporan keuangan, informasi yang dibaca dari laporan keuangan akan menjadi lebih luas dan lebih dalam. Menganalisis laporan keuangan berarti menggali lebih banyak informasi yang dikandung suatu laporan keuangan. Laporan keuangan adalah media informasi yang merangkum semua aktivitas perusahaan. Apabila informasi ini disajikan dengan benar maka informasi itu akan berguna bagi pengambilan keputusan.
Menurut Sofyan Syafri Harahap (2001 : 190) :
“Analisis laporan keuangan adalah menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau juga mempunyai makna antara data kuantitatif maupun data non kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting dan proses menghasilkan keputusan yang tepat”.

Kegunaan analisis laporan keuangan ini berfungsi untuk memproses data yang berasal dari laporan keuangan sebagai bahan mentahnya menjadi informasi yang lebih berguna, lebih mendalam, dan lebih tajam dengan analisis tertentu. Gambaran sederhana proses data menjadi informasi :




Gambar 2.1.
Proses Data Menjadi Informasi












Sofyan Syafri Harahap (2001 : 191)
Analisis laporan keuangan terdiri dari penelaahan atau mempelajari hubungan-hubungan dan kecenderungan atau trend untuk menentukan posisi keuangan dan hasil operasi serta perkembangan usaha perusahaan yang bersangkutan. Metode dan teknik analisis digunakan untuk menentukan dan mengukur hubungan antara pos-pos yang ada dalam laporan keuangan, sehingga dapat diketahui perubahan-perubahan dari masing-masing pos tersebut bila dibandingkan dengan pos-pos dalam laporan keuangan dari beberapa periode yang berbeda. Tujuan dari setiap metode dan teknik analisis adalah untuk menyederhanakan data sehingga dapat lebih dimengerti. Penganalisis harus mengorganisir atau mengumpulkan data yang diperlukan, mengukur dan kemudian menganalisis dan mene interpretasikan sehingga data yang ada menjadi lebih berarti.
Ada dua metode analisis yang digunakan oleh setiap penganalisis laporan keuangan, yaitu analisis horizontal dan analisis vertikal. Analisis horizontal adalah analisis dengan melakukan perbandingan laporan keuangan untuk beberapa periode sehingga dapat diketahui perubahan atau perkembangannya. Analisis horizontal ini disebut pula sebagai metode analisa dinamis. Analisis vertikal adalah analisis terhadap laporan keuangan dalam satu periode saja, dimana analisis dilakukan dengan cara membandingkan pos yang satu dengan pos yang lainnya dalam laporan keuangan tersebut, sehingga hanya akan diketahui kondisi keuangan pada periode tertentu saja. Analisis vertikal ini disebut juga sebagai metode analisis statis karena kesimpulan yang diperoleh hanya untuk periode tertentu saja tanpa mengetahui perubahan atau perkembangannya.
Teknik analisis yang biasa digunakan dalam analisis laporan keuangan adalah sebagai berikut:
1. Analisis pembandingan laporan keuangan, adalah metode dan teknik analisis dengan cara memperbandingkan laporan keuangan untuk dua periode atau lebih, dengan menunjukan:
a. Data absolut atau jumlah-jumlah dalam rupiah
b. Kenaikan atau penurunan dalam jumlah rupiah
c. Kenaikan atau penurunan dalam persentase
d. Perbandingan yang dinyatakan dengan rasio
e. Persentase dari total.
2. Trend atau tendensi posisi dan kemajuan keuangan perusahaan yang dinyatakan dalam persentase (trend percentage analysis), adalah suatu metode atau teknik analisis untuk mengetahui tendensi daripada keadaan keuangan, apakan menunjukan tendensi tetap, naik, atau bahkan turun.
3. Laporan dengan persentase per komponen atau commonsize statement, adalah suatu metode analisis untuk mengetahui persentase investasi pada masing-masing aktiva terhadap total aktivanya, juga untuk mengetahui struktur permodalannya dan komposisi biaya yang terjadi dihubungkan dengan jumlah penjualannya.
4. Analisis sumber dan penggunaan modal kerja, adalah suatu analisis untuk mengetahui sumber-sumber serta penggunaan modal kerja atau untuk mengetahui sebab-sebab berubahnya modal kerja dalam periode tertentu.
5. Analisis sumber dan penggunaan kas (cashflow statement analysis), adalah suatu analisis untuk mengetahui sebab-sebab berubahnya jumlah uang kas atau untuk mengetahui sumber-sumber serta penggunaan uang kas selama periode tertentu.
6. Analisis rasio, adalah suatu metode analisis untuk mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dalam laporan posisi keuangan atau lapran laba rugi secara individu atau kombinasi dari kedua laporan tersebut.
7. Analisis perubahan laba kotor (gross profit analysis), adalah suatu analisis untuk mengetahui sebab-sebab perubahan laba kotor suatu perusahaan dari satu periode ke periode yang lain atau perubahan laba kotor suatu periode dengan laba yang dianggarkan untuk periode tersebut.
8. Analisis break-even, adalah suatu analisis untuk menentukan tingkat penjualan yang harus dicapai oleh suatu perusahaan agar perusahaan tidak mengalami kerugian, tetapi juga belum memperoleh keuntungan. Dengan analisis break-even ini juga akan diketahui berbagai tingkat keuntungan atau kerugian untuk berbagai tingkat penjualan.

2.1.1. Rasio Likuiditas
Perusahaan yang mempunyai tingkat likuiditas yang tinggi menandakan kesempatan bertumbuh perusahaan cenderung rendah. Hal ini dikarenakan oleh lebih banyak aktiva lancar yang ada di perusahaan dibandingkan dengan aktiva tetapnya. Aktiva tetap juga mengalami penurunan nilai dikarenakan oleh adanya faktor penurunan ekonomi atau depresiasi. Pada tahap ini juga banyak aktiva tetap yang sudah tidak produktif lagi dijual oleh perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Munawir (2002) menunjukkan hasil yang signifikan antara likuiditas dengan kesempatan bertumbuh perusahaan.
Tingkat profitabilitas yang tinggi pada perusahaan akan meningkatkan daya saing antarperusahaan. Perusahaan yang memperoleh tingkat keuntungan yang tinggi akan membuka lini atau cabang yang baru serta memperbesar investasi atau membuka investasi baru terkait dengan perusahaan induknya. Tingkat keuntungan yang tinggi menandakan pertumbuhan perusahaan pada masa mendatang. Hubungan antara profitabilitas dan Investment Opportunity Set (IOS) yang dilakukan pengujiannya oleh Al Najjar dan Belkaoui (2001) serta Lestari (2004) menunjukkan hasil yang signifikan positif. Penelitian yang dilakukan oleh Pagalung (2002) antara likuiditas dengan IOS tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa likuiditas adalah perbandingan antara aktiva lancar dengan utang lancar. Besarnya perbandingan/rasio terbaik antara aktiva lancar dengan utang lancar adalah sekitar 2:1. Namun demikian, angka tersebut tidaklah mutlak. Besarnya ratio dapat ditentukan sesuai dengan jenis usaha dan kebijakan keuangan masing-masing.
Metode ini mencari keadaan likuiditas dan investasi perusahaan dalam aktiva pertumbuhan produksinya. Investasi perusahaan dalam aktiva, seperti persediaan, bangunan pabrik, dan tanah memberikan kekuatan kepada perusahaan tersebut untuk meningkatkan penjualan dan keuntungan. Meningkatnya investasi biasanya akan menghasilkan pertumbuhan. Hal tersebut juga menurunkan likuiditas karena penggunaan kas yang ada dan penggunaan aktiva jangka pendek atau menambah utang perusahaan. Pertukaran (trade-off) antara likuiditas dan investasi dalam pertumbuhan, telah sesuai dengan kebijakan keuangan dan seluruh strategi, serta berguna dalam analisis persaingan.
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor likuiditas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut :
a. Aktiva likuid kurang dari 1 bulan dibandingkan pasiva likuid kurang dari 1 bulan
b. One month maturity mismatch ratio
c. Rasio pinjaman terhadap dana pihak ketiga (loan to deposit ratio-LDR)
d. Proyeksi arus kas tiga bulan mendatang
e. Ketergantungan pada dana antarperusahaan dan deposan inti
f. Kebijakan dan pengelolaan likuiditas (assets and liabilities management-ALMA)
g. Kemampuan perusahaan untuk memperoleh akses kepada pasar uang, pasar modal, atau sumber-sumber pendanaan lainnya
h. Stabilitas dana pihak ketiga (DPK)

2.1.2. Rasio Profitabilitas
Profitabilitas merupakan salah satu indikator yang penting untuk menilai suatu perusahaan. Profitabilitas selain digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba juga untuk mengetahui efektifitas perusahaan dalam mengelola sumber-sumber yang dimilikinya. Rasio likuiditas yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek saat ditagih.
Rasio profitabilitas mengukur keberhasilan menajemen sebagaimana ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan oleh penjualan dan investasi. Pertumbuhan profitabilitas ini ditandai dengan perubahan profit margin on sales. Dengan tingkat profitabilitas yang tinggi berarti perusahaan akan beroperasi pada tingkat biaya rendah yang akhirnya akan menghasilkan laba yang tinggi. Dengan semua rasio profitabilitas, perbandingan dari sebuah perusahaan dengan perusahaan serupa dapat dinilai dengan pasti. Hanya dengan melakukan perbandingan dapat menilai apakah profitabilitas dari suatu perusahaan baik atau jelek.
Rasio rentabilitas adalah rasio yang menunjukkan hubungan timbal balik (reciprocal) antara pos-pos biaya, serta jumlah biaya yang dikeluarkan dengan pos-pos lainnya dalam laporan laba rugi. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh perusahaan yang bersangkutan juga untuk mengukur kemampuan manajemen dalam mengelola aktiva untuk mendapatkan keuntungan.
Penilaian kuantitatif dan kualitatif faktor rentabilitas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a. Pengembalian atas aktiva (return on assets¬-ROA)
b. Pengembalian atas ekuitas (return on equity-ROE)
c. Margin bunga bersih (net interest margin-NIM)
d. Biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO)
e. Pertumbuhan laba operasional
f. Komposisi portofolio aktiva produktif dan diversifikasi pendapatan
g. Penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya
h. Prospek laba operasional
2.1.3. Rasio Solvabilitas
Solvabilitas dimaksudkan sebagai kemampuan suatu perusahaan untuk membayar semua hutang-hutangnya (baik jangka pendek maupun jangka panjang) apabila sekiranya pada saat tersebut perusahaan dilikuidasi. Rasio solvabilitas yaitu rasio yang digunaan untuk mengukur kemampuan Perusahaan dalam mencari sumber dana untuk membiayai kegiatannya.
Rasio solvabilitas adalah rasio yang digunakan untuk mengetahui kemampuan kecukupan modal perusahaan dalam mendukung kegiatan perusahaan secara efisien. Rasio ini merupakan ukuran kemampuan perusahaan mencari sumber dana untuk membiayai kegiatannya. Bisa juga dikatakan rasio ini merupakan alat untuk melihat kekayaan perusahaan dan untuk melihat efisiensi bagi pihak manajemen perusahaan tersebut.
Suatu perusahaan yang solvabel berarti bahwa perusahaan tersebut mempunyai aktiva atau kekayaan yang cukup untuk membayar hutanghutangnya. Para kreditor jangka panjang atau pemegang saham selain berminat pada kondisi keuangan jangka pendek justru terutama berminat pada kondisi jangka panjang karena posisi jangka pendek betapapun baiknya tidaklah selalu parallel dengan kondisi keuangan jangka panjang. Solvabilitas menunjukkan proporsi atas penggunaan uang sebagai modal untuk membiayai aktiva perusahaan yang berasal dari modal pemilik atau modal pinjaman.
Perusahaan dengan rasio utang yang relatif tinggi memiliki pengembalian yang lebih tinggi dalam situasi perekonomian normal, tetapi mereka menghadapi resiko kerugian ketika perekonomian berada dalam masa resesi. Dilihat dari rasio modal asing (pinjaman) dengan total aktiva, semakin tinggi rasio ini berarti semakin kecil modal sendiri yang digunkan untuk membiayai aktiva perusahaan, kalau rasio 75% berarti 25% aktiva perusahaan dibiayai dari modal sendiri. Dengan proporsi penggunaan hutang (modal pinjaman) yang tepat maka aktiva perusahaan dapat dibiayai secara efisien sehingga dapat memaksimalkan nilai laba perusahaan.
Dalam mengadakan analisa dan penilaian posisi keuangan suatu perusahaan dapat dilakukan dengan analisa ratio. Salah satu analisa ratio tersebut adalah ratio sovabilitas. Solvabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi segala kewajiban jangka panjangnya apabila sekiranya perusahaan tersebut dilikuidasi.
Suatu perusahan dikatakan solvabel apabila perusahaan tersebut mempunyai aktiva atau kekayaan yang cukup untuk membayar semua hutang-hutangnya, sebaliknya apabila jumlah aktiva tidak cukup atau lebih kecil daripada jumlah hutangnya,berati perusahaan tersebut dalam keadaan insolvabel.Bagi para kreditur jangka panjang atau pemegang saham ,kondisi keuangan jangka panjang memiliki arti yang penting,karena betapapun baiknya kondisi keuangan jangka pendek tidak menjamin bahwa akan tetap baik juga dalam jangka panjang.
Tujuan dari analisa ini :
a. Untuk mengetahui kondisi keuangan
b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi solvabilitas.

2.1.4. Rasio Aktivitas
Rasio aktivitas menunjukkan bagaimana sumber daya telah digunakan secara optimal. Efektivitas pemanfaatan aktiva oleh manajemen dapat dianalisis dalam hubungannya dengan tingkat laba, yang dirumuskan dengan berbagai jenis cara tentang bagaimana aktiva dipakai untuk mengusahakan dan memperoleh laba. Rasio aktivitas juga menunjukkan kemampuan dana yang tertanam dalam keseluruhan aktiva berputar dalam suatu periode tertentu. Turn over modal kerja yang rendah menunjukkan adanya kelebihan modal kerja yang mungkin disebabkan rendahnya turn over prsediaan, piutang atau adanya saldo kas yang terlalu besar. Hal ini mengakibatkan penurunan penjualan sehingga laba tidak maksimal. Kemampuan perusahaan untuk mengelola aktiva secara tepat akan memaksimalkan laba.
Hendrikson (1989) dalam Sundjaja (2002) menyatakan : Informasi laba mempunyai tujuan utama yaitu member informasi yang berguna bagi pihak-pihak yang berkepntingan dengan laporan keuangan, diantaranya adalah investor, kreditur, manajemen, pemerintah dan karyawan. Tujuan yang lebih khusus lagi adalah penggunaan laba sebagai alat pengukur efisiensi manajemen untuk meramal keadaan uasaha dan distribusi dividen di masa yang akan dating, sebagai pengukur keberhasilan perusahaan, serta sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan manajerial.
Pihak internal perusahaan yang paling berkepentingan dengan informasi laba adalah manajemen perusahaan. Informasi tersebut digunakan oleh mereka untuk membantu membuat keputusan manajerial serta mengevaluasi prestasi kinerja manajemen perusahaan. Bagi pihak eksternal, dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam berinvestasi di perusahaan tersebut. Informasi laba merupakan alat untuk mengestimasi arus kas yang akhirnya dapat digunakan untuk mengestimasi nilai saham perusahaan, yang dapat diartikan bahwa besarnya dividen yang akan diperoleh perusahaan di masa yang akan datang. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa prediksi laba yang akan diterima perusahaan akan sangat diperlukan.

2.2. Tinjauan Mengenai Analisis laporan Keuangan
Menurut Sofyan Syafri Harahap (2004 : 297) rasio keuangan adalah : “Angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan (berarti)”.
Kemudian menurut Peter M. Bergevin (2002:96) rasio keuangan adalah : “Ratio is quotient of one number divided by another numerical value expressed as afraction. Ratio describe the relationship between two (or more) financial statement disclosure”.
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa rasio menggambarkan suatu hubungan atau pertimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan angka lain. Analisis ini dapat menjelaskan atau memberikan gambaran kepada penganalisis baik buruknya keadaan keuangan perusahaan terutama apabila angka rasio tersebut dibandingkan rasio pembanding. Karena suatu ukuran keuangan apabila berdiri sendiri tidaklah banyak berarti, tetapi untuk mendapatkan gambaran yang baik dari analisis rasio ini maka dalam melakukan perbandingan diantara pos-pos yang saling berhubungan haruslah dilakukan dengan tepat dan sehingga dapat memberikan gambaran yang ada di dalam perusahaan tersebut.
Analisis rasio merupakan alat analisis yang bersifat future oriented, oleh karena itu seorang analisis harus mampu untuk dapat menyesuaikan faktor-faktor yang ada pada periode berjalan dengan yang ada di masa akan datang, yang mungkin akan mempengaruhi posisi keuangan dan hasil operasi suatu perusahaan sehingga dengan demikian manfaat suatu analisis rasio tergantung pada kemampuan interpretasi analisis. Analisis rasio juga merupakan salah satu alat pokok yang diergunakan dalam menilai suatu keadaan operasi perusahaan yang ditunjukkan oleh pos-pos atau sekelompok pos dari suatu daftar laporan posisi keuangan dan laba rugi perusahaan disuatu saat tertentu. Adapun perlu diingat bahwa rasio-rasio bukanlah merupakan alat yang pasti untuk memberikan jalan keluar dari masalah-masalah finansial yang sedang dihadapi perusahaan.
Efektifitas penggunaan rasio keuangan bergantung pada tolak ukur untuk menyatakan sehat atau tidaknya perusahaan. Pada dasarnya dalam melakukan analasis rasio bisa digunakan dua macam pembanding, yaitu :
1. Membandingkan rasio sekarang (present ratio) dengan rasio waktu yang lalu (historical ratio) atau dengan yang dapat diperkirakan untuk waktu-waktu yang akan datang dari perusahaan yang sama. Dengan cara ini dapat diketahui perubahan-perubahan dari rasio tersebut dari tahun-ke tahun.
2. Membandingkan rasio dari suatu perusahaan (company ratio) dengan rasio perusahaan yang sama dengan perusahaan lain yang sejenis atau rasio standar untuk waktu yang sama. Dengan cara ini dapat diketahui apakah perusahaan yang bersangkutan dalam aspek finansial tertentu berada diatas rata-rata industri atau berada dibawahnya.
Ditinjau dari sumbernya suatu rasio dibuat maka di golongkan ke dalam 3 golongan yaitu:
1. Balance sheet ratio yaitu rasio yang disusun dari data yang berasal dari laporan posisi keuangan.
2. Income statement ratio yaitu rasio yang disusun dari data yang berasal dari laporan laba rugi.
3. Inter statement ratio yaitu rasio yang disusun dari data yang berasal dari laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi.
Analisis rasio memiliki keunggulan dibanding teknik analisis lainnya. Menurut Sofyan Syafri Harahap (2004 : 298) keunggulan tersebut adalah :
1. Rasio merupakan angka-angka ikhtisar statistik yang lebih mudah dibaca dan ditafsirkan.
2. Merupakan pengganti yang lebih sederhana dari informasi yang disajikan laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit.
3. Mengetahui posisi perusahaan ditengah industri lain.
4. Sangat bermanfaat untuk bahan dalam mengisi model-model pengambilan keputusan.
5. Menstandarisasi size perusahaan.
6. Lebih mudah memeperbandingkan perusahaan dengan perusahaan lain atau melihat perkembangan perusahaan secara periodik.
7. Lebih mudah melihat tren perusahaan serta melakukan prediksi di masa yang akan datang.
Dikemukakan pula oleh Sofyan Syafri Harahap (2004 : 298) disamping memiliki keunggulan analisis rasio keuangan juga memiliki kelemahan yang harus disadari agar kita tidak salah dalam penggunaannya. Adapun keterbatasan rasio keuangan adalah:
1. Kesulitan dalam memilih rasio yang tepat yang dapat digunakan untuk kepentingan pemakainya.
2. Keterbatasan yang dimiliki akuntansi atau laporan keuangan juga menjadi keterbatasan teknik ini seperti :
a. Perhitungan rasio atau laporan keuangan banyak mengandung tafsiran atau judgement yang dapat dinilai bias atau subyektif.
b. Nilai yang terkandung dalam laporan keuangan dan rasio adalah nilai yang perolehannya bukan dengan harga pasar.
c. Klasifikasi dalam laporan keuangan bisa berdampak pada angka rasio.
d. Metode pencatatan yang tergambar dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK) bisa diterapkan berbeda-beda oleh perusahaan yang berbeda-beda.
3. Jika data untuk menghitung rasio tidak tersedia maka akan kesulitan dalam menghitung rasio.
4. Sulit jika data yang tersedia tidak sinkron.
5. Dua perusahaan yang dibandingkan bisa saja teknik dan standar akuntansi yang dipakai tidak sama.






















BAB III
STUDI KOMPARASI


Dr. Ernst masih menerapkan konsep ini lebih banyak lagi bagi manajemen dari portofolio investasi, mengembangkan Pertumbuhan, Likuiditas dan Metode Profitabilitas dari perimeter investasi. Detil dari metode tersebut diluar jangkauan makalah ini, tetapi fakta bahwa pertumbuhan/likuiditas laporan posisi keuangan dapat digunakan untuk memprediksikan penjualan dan keuntungan seperti yang tercermin dalam harga persediaan untuk sebuah portofolio dari pinjaman persediaan yang direkomendasikan, bila akan menggunakan metode ini dalam pengelolaan keuangan dan ketentuan strategi persaingan dalam perusahaan yang sama. Petunjuk :
1. Ubahlah struktur laporan posisi keuangan untuk menciptakan sebuah laporan posisi keuangan pertumbuhan/likuiditas. Pertama, gabungkan semua persediaan dalam aktiva jangka panjang pada sisi pertumbuhan. Kurangkan jumlah ini dari pemegang saham (Laba yang ditahan ditambah modal saham), untuk menyatakan sebuah pertumbuhan surplus atau defisit, dan kemampuan perusahaan dalam menginvestasikan aktiva pertumbuhan produksi tambahan.
2. Kurangkan seluruh utang lancar dan utang jangka panjang dari aktiva keuangan (seperti kas dan piutang-piutang). Perbedaannya merupakan likuiditas operasi. Ubahlah struktur laporan posisi keuangan dengan pertumbuhan di sebelah kiri dan likuiditas di sebelah kanan. Karena ini menggunakan seluruh informasi laporan posisi keuangan, laporan posisi keuangan yang baru akan tetap seimbang. Aktiva pertumbuhan dan likuiditas operasi sama dengan modal pemegang saham.
3. Lihatlah kecenderungan aktiva pertumbuhan dan likuiditas operasi sebagai petunjuk kesehatan keuangan perusahaan atau untuk mengantisipasi kebiasaan di masa datang. Misalnya, bila laporan posisi keuangan IBM tahun 1979 dan 1980 telah dianalisis, likuiditas operasinya turun dari $-4,4 miliar menjadi $-6,5 miliar. Perbedaan sebesar $2,1 miliar dihitung sebagai bagian dari investasi berat dalam aktiva fisik dan sebagai bagian sebuah kegagalan untuk menghitung sepenuhnya sebagai inflasi. Pada periode ini pertumbuhan IBM berada di tingkat yang tidak berlanjut berdasarkan pada pertumbuhan/likuiditas laporan posisi keuangan.
4. Wawasan tambahan dapat diperoleh dengan membuat kurva operasi. Ini merupakan hubungan antara perubahan tahunan dalam likuiditas operasi terhadap perubahan tahunan dalam aktiva perubahan produksi.
Persiapkan laporan posisi keuangan pertumbuhan/likuiditas untuk sekurang-kurangnya lima tahun (gunakan langkah 1 sampai 3). Gunakan jumlah dari aktiva pertumbuhan yang berturut-turut untuk menghitung perubahan persentase tahunan : (YR2/YR1)-1. Juga hitung perubahan persentase tahunan dalam likuiditas operasi. Kemudian dari setiap perubahan persentase tahunan ini kedalam aktiva pertumbuhan dan likuiditas dengan angka penjualan untuk tahun-tahun terakhir untuk menormalkannya terhadap penjualan : [(YR2/YR1)-1]/YR2 penjualan.
Tempatkan angka-angka ini pada sebuah grafik dengan angka modal investasi pada sumbu datar dan angka likuiditas operasi pada sumbu tegak. Buat garis regresi persegi paling kecil (least squares regression line) ke titik data untuk menjadikan sebuah garis dengan sudut menurun. Garis yang membentuk sudut ini mencerminkan pertukaran antara pertumbuhan aktiva dan likuiditas untuk perusahaan khusus (dan memberikan petunjuk mengenai kebiasaan manajemen). Misalnya; sudut -1,0 menunjukkan bahwa utang tumbuh dua kali lebih cepat dari kekayaan, diperkirakan tidak ada perubahan yang berkelanjutan dalam kas dan piutang-piutang.
Catatan: Kurva operasi akan diganti dengan kenaikan dalam salah satu rasio: laba yang ditahan terhadap penjualan atau modal investasi terhadap penjualan.







BAB IV
KESIMPULAN


Analisis rasio merupakan alat analisis yang bersifat future oriented, oleh karena itu seorang analisis harus mampu untuk dapat menyesuaikan faktor-faktor yang ada pada periode berjalan dengan yang ada di masa akan datang, yang mungkin akan mempengaruhi posisi keuangan dan hasil operasi suatu perusahaan sehingga dengan demikian manfaat suatu analisis rasio tergantung pada kemampuan interpretasi analisis. Analisis rasio juga merupakan salah satu alat pokok yang diergunakan dalam menilai suatu keadaan operasi perusahaan yang ditunjukkan oleh pos-pos atau sekelompok pos dari suatu daftar laporan posisi keuangan dan laba rugi perusahaan disuatu saat tertentu. Adapun perlu diingat bahwa rasio-rasio bukanlah merupakan alat yang pasti untuk memberikan jalan keluar dari masalah-masalah finansial yang sedang dihadapi perusahaan.
Rasio likuiditas adalah rasio yang digunakan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya (termasuk bagian dari kewajiban jangka panjang yang jatuh temponya dalam waktu sampai dengan satu tahun) dari aktiva lancarnya.
Rasio solvabilitas adalah rasio yang digunakan untuk mengetahui kemampuan kecukupan modal perusahaan dalam mendukung kegiatan perusahaan secara efisien. Rasio ini merupakan ukuran kemampuan perusahaan mencari sumber dana untuk membiayai kegiatannya. Bisa juga dikatakan rasio ini merupakan alat untuk melihat kekayaan perusahaan dan untuk melihat efisiensi bagi pihak manajemen perusahaan tersebut.
Rasio rentabilitas adalah rasio yang menunjukkan hubungan timbal balik (reciprocal) antara pos-pos biaya, serta jumlah biaya yang dikeluarkan dengan pos-pos lainnya dalam laporan laba rugi. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh perusahaan yang bersangkutan juga untuk mengukur kemampuan manajemen dalam mengelola aktiva untuk mendapatkan keuntungan.
DAFTAR PUSTAKA


Sawir, Agnes. 2003. Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Baridwan, Zaki. 2000. Intermediate Accounting, Edisi 7. Yogyakarta : BPFE.

Dahlan Siamat. 2005. Manajemen Lembaga Keuangan. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Harahap, Sofyan Syafri. 2004. Analisis Kritis atas Laporan Keuangan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Husnan, Suad dan Pudjiastuti, Enny. 2001. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Yogyakarta : BPFE.

Munawir. 2002. Akuntansi Keuangan dan Manajemen. Yogyakarta : BPFE.

Sundjaja, Ridwan S. dan Inge Barlian. 2002. Manajemen Keuangan I. Jakarta : Erlangga.

Weston, J. Fred dan Eugene F. Brigman. 2000. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan, Penerjemah A.Q Khalid. Jakarta : Erlangga.

www.google.com/jurnal-jurnal-penelitian.php/login/.