BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pasar modal Indonesia terus berkembang di tengah berbagai perubahan ekonomi dan politik yang terjadi baik di lingkungan nasional maupun internasional. Dalam menghadapi perubahan tersebut serta arus globalisasi yang begitu deras, pasar modal Indonesia memerlukan arahan strategis guna memperkokoh posisi dan perannya dalam perekonomian nasional dan regional. Dalam struktur pasar modal Indonesia, Bapepam bertindak selaku regulator, sedangkan SROs terdiri dari PT Bursa Efek Jakarta (BEJ), PT Bursa Efek Surabaya (BES), PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) sebagai Lembaga Kliring dan Penjaminan (LKP), PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) sebagai Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP), dan Himpunan Pedagang Surat Utang Negara (HIMDASUN).
1.2. Pendekatan yang Digunakan
Pendekatan yang dilakukan dalam menyusun makalah ini adalah dengan menentukan sasaran-sasaran besar yang akan dicapai oleh industri pasar modal Indonesia dalam lima tahun ke depan. Kemudian sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai tersebut, disusun strategi pencapaian untuk masing-masing sasaran. Selanjutnya, strategi tersebut dijabarkan dalam implementasi strategi yang merupakan langkah nyata yang akan dilakukan dalam menerapkan strategi yang telah ditentukan berikut rencana waktu pelaksanaan serta pencapaiannya sehingga dapat diperoleh return yang sesuai dengan yang diharapkan. Penyusunan sasaran, strategi, dan implementasi strategi yang komprehensif tersebut memerlukan waktu selama hampir satu tahun. Proses yang cukup panjang tersebut dilalui dengan melibatkan seluruh pelaku pasar modal yang sudah dimulai sejak tahap pengumpulan ide hingga tahap akhir penyelesaian. Dengan keterlibatan yang intensif tersebut diharapkan seluruh pelaku pasar modal akan memiliki komitmen dalam mengimplementasikan kesepakatan bersama yang tertuang dalam Master Plan Pasar Modal Indonesia 2005-2009.
1.3. Identifikasi masalah
Adapun kami membatasi permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini, antara lain:
1. Gambaran umum pasar saham,
2. Tata kelola perusahaan yang baik,
3. Visi pasar modal
4. Harga Pasar Efisien
1.4. Tujuan penulisan
Tujuan yang ingin dicapai dalam makalah ini, antara lain untuk lebih memahami mengenai kondisi pasar modal regional saat ini dibandingkan dengan kondisi global dan implementasi atas visi dari pasar modal regional serta dapat menjelaskan keadaan pasar yang efisien dan yang tidak efisien.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Dalam struktur pasar modal Indonesia, Bapepam bertindak selaku regulator, sedangkan SROs terdiri dari PT bursa Efek Jakarta (BEJ), PT Bursa Efek Surabaya (BES), PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) sebagai Lembaga Kliring dan Penjaminan (LKP), PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) sebagai Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP), dan Himpunan Pedagang Surat Utang Negara (HIMDASUN).
Dari beberapa indikator bursa lainnya dapat dilihat bahwa dalam tahun 2004 bursa Indonesia juga menunjukkan perkembangan yang meningkat. Hal tersebut terlihat dari perkembangan nilai kapitalisasi pasar yang meningkat 34,01% dan nilai perdagangan yang meningkat 87,80% dibandingkan tahun sebelumnya. Akan tetapi apabila dibandingkan dengan bursa regional lainnya, peranan pasar modal Indonesia terhadap perekonomian negara, yang terlihat dari perbandingan nilai kapitalisasi pasar terhadap produk domestik bruto (PDB), masih berada pada posisi yang cukup rendah. Pada tahun 2004, rasio nilai kapitalisasi pasar terhadap PDB di Indonesia hanya mencapai 29,5%, sementara beberapa bursa regional lainnya telah melampui 100%. Di sisi lain, kondisi ini menunjukkan masih besarnya potensi pengembangan pasar modal Indonesia.
Pasar Ekuitas
Setelah mengalami stagnasi pasca krisis ekonomi tahun 1997 yang lalu, pasar saham mulai kembali bergairah sejak tahun 1999. Hal ini terlihat pada saat pasar modal menjadi sarana perusahaan dalam melakukan restrukturisasi. Pada tahun 1999 nilai emisi saham melonjak sebesar 172,2% yaitu dari Rp75,9 triliun pada tahun 1998 menjadi Rp206,7 triliun pada tahun 1999. Setelah mengalami peningkatan yang sangat signifikan pada tahun 1999, selanjutnya memasuki tahun 2000 hingga pertengahan 2005 jumlah emiten saham hanya tumbuh rata-rata 4,5% per tahun, dengan nilai emisi mengalami pertumbuhan rata-rata 3,4% pada periode yang sama. Nilai kapitalisasi pasar pada tahun 2000 hingga 2002 sempat mengalami penurunan akibat kondisi ekonomi makro yang tidak stabil. Namun demikian, dengan membaiknya kondisi makro ekonomi pada tahun 2003 memberikan pengaruh pada perdagangan di bursa sehingga nilai kapitalisasi pasar kembali tumbuh mencapai Rp765,81 triliun pada bulan Juni 2005.
Selanjutnya, rasio nilai kapitalisasi pasar terhadap PDB pada tahun 2004 mencapai 29,5% yang merupakan peningkatan yang cukup signifikan dalam 5 tahun terakhir. Namun demikian rasio tersebut masih di bawah rasio yang pernah dicapai pada saat sebelum krisis. Walaupun perkembangan emisi saham terlihat tidak terlalu signifikan, namun transaksi saham di BEJ bergerak cukup aktif. Rata-rata nilai perdagangan pada periode 1999 hingga Juni 2005 berada pada kisaran Rp794,43 miliar per hari dengan volume saham berkisar 1,03 miliar lembar per hari dan frekuensi berkisar 16 ribu transaksi per hari.
Pasar Obligasi
Pasar obligasi mengalami beban berat dan sangat terpukul dengan adanya krisis ekonomi yang melanda Asia dan Indonesia pada tahun 1997. Disamping tidak adanya emiten baru yang menerbitkan obligasi pada tahun 1998, kesulitan juga dihadapi oleh banyak emiten obligasi dalam membayar bunga dan bahkan nilai pokok dari obligasi yang jatuh tempo. Namun demikian, pasar obligasi kembali tumbuh pada tahun 1999 dan mengalami puncak pertumbuhannya pada tahun 2003. Pada tahun 2003 tersebut, nilai emisi obligasi tumbuh sebesar 67,9% dari tahun sebelumnya dan jumlah emiten bertambah 34 emiten (34%). Selanjutnya, peningkatan tersebut berlangsung terus hingga pertengahan tahun 2005, sehingga secara kumulatif jumlah emiten mencapai 155 perusahaan dengan total nilai emisi obligasi mencapai Rp88,83 triliun. Perkembangan tersebut di atas menunjukkan peningkatan peran pasar obligasi sebagai alternative pembiayaan bagi perusahaan.
Perkembangan obligasi korporasi yang makin baik ini juga diimbangi oleh perkembangan Surat Utang Negara (SUN). Sejak 25 September 1998, Pemerintah RI telah menerbitkan SUN untuk Bank Indonesia, yaitu SUN untuk membiayai program penjaminan dalam rangka menutupi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan SUN untuk membiayai program kredit. Kedua SUN ini tidak dapat diperdagangkan. Kemudian pada tanggal 28 Mei 1999, Pemerintah RI telah memanfaatkan pasar modal untuk menggalang dana dengan menerbitkan SUN untuk membiayai program restrukturisasi perbankan dan SUN ini dapat diperdagangkan (obligasi negara). Hingga Juni 2005 posisi outstanding obligasi negara yang dapat diperdagangkan telah mencapai Rp417,82 triliun yang terdiri dari Rp197,83 triliun fixed rates dan Rp219,99 triliun variable rates. Usaha mengembangkan SUN telah dilakukan oleh Pemerintah dengan diterbitkannya Undang-undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara (UU SUN) di mana fungsi pengaturan dan pengawasan perdagangannya dilakukan oleh Bapepam. Pada tahun 2003, Bapepam telah memberikan izin usaha kepada HIMDASUN untuk menyelenggarakan perdagangan SUN di luar bursa efek.
Pasar Efisien
Konsep efisiensi pasar membahas bagaimana pasar merespon informasi-informasi yang masuk, dan bagaimana informasi tersebut selanjutnya bisa mempengaruhi pergerakan harga sekuritas menuju harga keseimbangan baru. Konsep pasar efisien dan konsep model-model keseimbangan merupakan dua buah konsep yang saling terkait, karena konsep model-model keseimbangan membahas tentang kondisi pasar yang seimbang, dan konsep pasar efisien menjelaskan tentang bagaimana proses yang terjadi di pasar dalam pembentukan harga keseimbangan yang baru.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Gambaran Umum Pasar Modal
3.1.1. Indikator Pasar Modal Regional
Sejak tahun 1995, perkembangan kinerja bursa regional di Asia Pasifik relatif bervariasi. Hal ini terlihat dari pergerakan indeks harga sahamnya. Bursa Indonesia selama 10 tahun terakhir mengalami peningkatan rata-rata indeks tahunan sebesar 12,76%. Peningkatan ini merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan pergerakan indeks bursa regional lainnya. Perkembangan indeks ini tetap menunjukkan peningkatan yang positif meskipun beberapa negara Asia seperti Malaysia, Thailand, Philipina termasuk Indonesia mengalami krisis ekonomi pada periode 1997-1999. Pasar modal Indonesia pada dekade terakhir mengalami fluktuasi yang signifikan di tengah gejolak perkembangan ekonomi dan politik Indonesia. Fluktuasi pasar modal Indonesia tersebut terjadi di tengah perkembangan pasar keuangan internasional yang pesat. Oleh karena itu, sangatlah penting pada saat ini untuk mendefinisikan kembali arah yang ingin dicapai pasar modal Indonesia ke depan di tengah pergerakan pasar modal global.
Bab ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai perkembangan pasar modal global dan pasar modal Indonesia pada periode sepuluh tahun terakhir serta tantangan yang dihadapi pasar modal Indonesia lima tahun ke depan. Indonesian Capital Market Master Plan 2005 – 2009 Dari beberapa indikator bursa lainnya dapat dilihat bahwa dalam tahun 2004 bursa Indonesia juga menunjukkan perkembangan yang meningkat. Hal tersebut terlihat dari perkembangan nilai kapitalisasi pasar yang meningkat 34,01% dan nilai perdagangan yang meningkat 87,80% dibandingkan tahun sebelumnya. Akan tetapi apabila dibandingkan dengan bursa regional lainnya, peranan pasar modal Indonesia terhadap perekonomian negara, yang terlihat dari perbandingan nilai kapitalisasi pasar terhadap produk domestik bruto (PDB), masih berada pada posisi yang cukup rendah. Pada tahun 2004, rasio nilai kapitalisasi pasar terhadap PDB di Indonesia hanya mencapai 29,5%, sementara beberapa bursa regional lainnya telah melampui 100%. Di sisi lain, kondisi ini menunjukkan masih besarnya potensi pengembangan pasar modal Indonesia.
3.1.2. Perkembangan Produk Pasar Modal
Produk pasar modal selalu berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan infrastruktur pasar. Secara tradisional, dikenal adanya dua instrumen yaitu saham dan obligasi. Dalam perkembangannya, dengan adanya tuntutan untuk melakukan manajemen atas risiko portofolio, maka diciptakanlah produk-produk derivative yaitu kontrak keuangan yang penilaiannya berdasarkan nilai aset induk (underlying asset). Disamping digunakan untuk melakukan manajemen risiko investasi, produk derivatif juga digunakan untuk memperoleh keuntungan. Produk derivatif dapat digolongkan dalam jenis option, futures, forwards, swap dan repurchase agreement (repo). Keempat jenis produk derivatif tersebut dapat bervariasi tergantung dari asset induknya yang berupa efek, tingkat suku bunga, mata uang dan kurs mata uang. Perkembangan produk lain yang cukup signifikan adalah produk pasar modal dengan menggunakan prinsip-prinsip syariah.
Produk pasar modal berbasis syariah yang telah berkembang adalah saham, obligasi, efek beragun asset (EBA) dan reksa dana. Beberapa negara di kawasan Timur Tengah, Asia, Eropa, dan Amerika telah secara intensif mengembangkan produk tersebut. Walaupun produkproduk tersebut berkembang dengan skala yang berbeda pada masing-masing negara, namun produk tersebut banyak diminati dan akan terus berkembang. Produk lain yang berkembang di pasar modal global adalah EBA sebagai hasil sekuritisasi aset. Produk ini timbul karena adanya kebutuhan pendanaan bagi perusahaan amun terdapat keterbatasan untuk mendapatkan sumber pendanaan lain di luar perusahaan. Sekuritisasi aset sendiri adalah suatu cara untuk merestrukturisasi keuangan di mana suatu entitas mengumpulkan arus kas masuk yang teridentifikasi di masa datang dan kemudian mentransfer kumpulan arus kas tersebut kepada investor dengan atau tanpa jaminan. Sekuritisasi aset muncul pertama kali di Amerika Serikat dengan diperkenalkannya mortgage backed securities dan kemudian berkembang dengan pesat. Dalam perkembangannya arus kas yang disekuritisasi semakin bervariasi antara lain EBA berbasis tagihan seperti kartu kredit maupun kredit mobil. Berkembangnya kebutuhan alternatif investasi pemodal yang sesuai dengan tujuan dan tingkat penerimaan risiko masing-masing pemodal telah mendorong bertambahnya jenis produk reksa dana.
Beberapa jenis produk reksa dana telah berkembang cukup lama, antara lain index funds, sector funds, foreign funds, dan global/international funds. Selanjutnya, untuk memenuhi kebutuhan pemodal terhadap alternatif investasi yang relatif tidak berfluktuasi dan berisiko rendah, maka konsep reksa dana dengan struktur khusus (structured funds) mulai diperkenalkan seperti capital protected funds dan guaranteed funds. Kecenderungan lain yang berkembang berkaitan dengan produk reksa dana adalah proses transaksi secara elektronik yang dilakukan melalui central fund hub yang melibatkan manajer investasi, agen penjual efek reksa dana, bank kustodian dan bank penerima. Central fund hub ini sudah diterapkan di Amerika, Kanada, Eropa, Australia, dan Singapura, dalam rangka menciptakan standarisasi Mekanisme transaksi reksa dana.
3.1.3. Standar Internasional di Pasar Modal
Untuk tetap dapat diperhitungkan dalam era persaingan global, pasar modal harus meningkatkan kualitas aturan dan menerapkan praktik bisnis yang berstandar internasional. Penerapan standar internasional sangat diperlukan untuk meningkatkan ketahanan ekonomi global terhadap risiko sistemik yang disebabkan meningkatnya saling keterkaitan dan ketergantungan industri jasa keuangan antar negara. Pengalaman masa lalu menunjukkan dampak dari krisis moneter bersifat global dan tidak bersifat nasional atau regional. Disamping itu, dominannya peran sektor swasta dalam memacu pertumbuhan ekonomi global menuntut penerapan standar internasional yang dapat mengakomodasi aktivitas sector swasta dalam melakukan transaksi lintas batas. Beberapa standar internasional yang terkait dengan pasar modal antara lain International Organization of Securities Commissions (IOSCO) Principles, The Group of 30 (G30) Recommendations, Federation Internationale des Bourses de Valuers (FIBV) Principles, International Securities Services Association (ISSA) Recommendations, The Financial Actio Task Force (FATF) Recommendations, International Accounting Standards (IAS)/ International Financial Reporting Standards (IFRS), dan Good Corporate Governance (GCG) Principles.
Standar-standar di atas merupakan standar internasional yang berkaitan dengan pengaturan pasar modal secara umum, kliring dan penyelesaian, perdagangan efek dan derivatif di lembaga bursa efek, pemberian jasa dalam industri efek, pencegahan dan penanggulangan kegiatan pencucian uang dan pembiayaan kegiatan terorisme, standar akuntansi, dan tata kelola perusahaan yang baik. aksi reksa dana.
3.2. Tata Kelola Perusahaan yang Baik
Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) pada tahun 1999 menerbitkan prinsip-prinsip dasar tata kelola perusahaan yang baik dalam rangka melindungi kepentingan seluruh pihak-pihak yang terkait dengan perusahaan (stakeholders). Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), yang memprakarsai dan memantau perbaikan tata kelola perusahaan di Indonesia, telah menerbitkan Pedoman Good Corporate Governance yang mencakup prinsip-prinsip dasar tata kelola perusahaan yang baik yang dikeluarkan oleh OECD. Prinsip dasar tersebut meliputi hak-hak pemegang saham, kesetaraan perlakuan terhadap semua pemegang saham, peranan stakeholders dalam tata kelola perusahaan, keterbukaan dan transparansi, dan tanggung jawab direksi dan dewan komisaris. Pada September 2004, World Bank bekerja sama dengan IMF telah menerbitkan hasil penilaian atas pelaksanaan tata kelola perusahaan di Indonesia dalam bentuk Report on the Observance of Standards and Codes (ROSC).
Penilaian dilakukan dengan berpedoman pada prinsip-prinsip dasar tata kelola perusahaan yang baik yang dikeluarkan OECD. Dalam pelaksanaannya masih terdapat beberapa prinsip yang belum diterapkan dalam peraturan di Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan pasar modal, antara lain belum adanya ketentuan yang mengatur perbedaan pendapat komisaris atau direksi dengan keputusan rapat yang harus disampaikan secara tertulis dalam risalah rapat, hak-hak pemegang saham minoritas, penegakan hukum atas larangan praktik perdagangan orang dalam, memperjelas pengertian transaksi hubungan istimewa, hak stakeholders untuk mengakses informasi perusahaan, pengungkapan yang memadai bagi pemegang saham dan publik, transparansi dan keandalan laporan keuangan, serta pembentukan komite nominasi dan komisaris independen. Blue Print Pasar Modal Indonesia 2000-2004 merupakan pedoman bagi arah pengembangan pasar modal Indonesia dalam kurun waktu tersebut. Dalam pelaksanaannya, target-target yang telah dicapai meliputi:
1. Berkembangnya pasar obligasi
2. Berkembangnya pasar luar bursa
3. Terintegrasinya sistem perdagangan bursa efek dengan LKP dan LPP
4. Terciptanya asuransi rekening efek investor
5. Terlaksananya pendidikan pasar modal terpadu
6. Terbentuknya pasar derivatif
7. Terciptanya distribusi kepemilikan efek yang lebih luas
8. Terciptanya landasan bagi pengembangan e-commerce
9. Terciptanya landasan bagi pasar modal yang likuid dan efisien
10. Meningkatnya kualitas pengelolaan dana jaminan
11. Terlaksananya perdagangan tanpa warkat padasemester pertama tahun 2000.
3.3. Visi Pasar Modal
Visi pasar modal
Di lain pihak, peranan pasar modal dalam kegiatan ekonomi nasional pada periode tersebut masih sangat terbatas. Kedua hal itu menunjukkan masih adanya ruang yang cukup luas bagi pengembangan pasar modal Indonesia untuk berperan menjadi penggerak ekonomi nasional yang tangguh. engan peningkatan peran tersebut, pasar modal dapat menjadi penyeimbang sekaligus pendorong bagi pengembangan ekonomi nasional. Dalam rangka mewujudkan pasar modal Indonesia yang berdaya saing global maka mobilisasi dan alokasi dana di pasar modal harus dapat dilakukan secara efisien. Hal ini menuntut kesesuaian standar dan praktik yang digunakan dengan standar dan praktik internasional.
Disamping itu, diperlukan penggunaan sistem teknologi informasi yang handal yang sangat mempengaruhi akurasi, keamanan, dan kecepatan penyampaian informasi. Lebih jauh lagi agar dapat berdaya saing global, pasar modal Indonesia harus melakukan konsolidasi internal sehingga dapat mendefinisikan dan meningkatkan keunggulan komparatif yang dimilikinya. Untuk mewujudkan visi pasar modal Indonesia diperlukan kerja keras dan komitmen seluruh pihak yang berkaitan dengan pasar modal. Hal lainnya yang tidak kalah penting dalam pencapaian visi pasar modal adalah stabilitas ekonomi dan politik baik nasional maupun internasional.
3.4. Sasaran dan Strategi (Targets and Strategies)
Pencapaian visi pasar modal bukanlah hal yang mudah dan sederhana untuk dilakukan. Mewujudkan pasar modal yang dapat berperan menjadi penggerak ekonomi yang tangguh sekaligus berdaya saing global memerlukan keseimbangan dalam peningkatan peran pasar modal di dalam negeri dan juga di dunia internasional. Untuk itu, selain diperlukan kerja sama semua pihak yang berkecimpung di pasar modal, juga dituntut adanya pendekatan yang hati-hati dan terencana dalam pelaksanaannya. Dalam rangka mewujudkan visi pasar modal, perlu ditentukan sasaran dan strategi pencapaiannya. Penentuan sasaran dan strategi yang akan dilaksanakan tentunya dengan mempertimbangkan kecenderungan pasar modal global dan gambaran umum perkembangan pasar modal Indonesia serta tantangan yang dihadapi.
Untuk lima tahun ke depan, lima sasaran berikut strategi pencapaiannya telah diidentifikasi sebagai pedoman bagi seluruh pelaku pasar modal Indonesia. Pengawasan terhadap pasar modal harus terus menerus ditingkatkan sejalan dengan perkembangan pasar modal Indonesia yang pesat. Perkembangan pasar modal tercermin dari semakin meningkatnya nilai dan volume transaksi, variasi dan kompleksitas produk yang ditawarkan, dan semakin besarnya keterkaitan pasar modal Indonesia dengan pasar modal regional dan global.
Seiring dengan perkembangan tersebut, kemampuan dan kebutuhan investor dalam melakukan investasi di pasar modal juga semakin meningkat. Dalam konteks ini, pengawasan terhadap aktivitas di pasar modal yang dapat lebih melindungi kepentingan investor menjadi perhatian utama semua pelaku pasar modal. Sejak tahun 2001, nilai dan volume transaksi saham maupun obligasi menunjukkan kecenderungan yang ositif. Perkembangan yang sangat signifikan bahkan terjadi sejak tahun 2003 hingga pertengahan 2005. Meskipun demikian, pertumbuhan yang pesat tanpa diikuti oleh pengawasan yang semakin ketat dapat menjadi bumerang yang merugikan perkembangan pasar modal di masa depan. Inovasi produk baru di pasar modal terus berlangsung
sejalan dengan tuntutan dan kebutuhan pasar dan juga perkembangan teknologi informasi. Untuk dapat mengikuti perkembangan produk tersebut dan agar dapat melakukan pengawasan yang seksama, pengawas pasar modal memerlukan sumber daya manusia dan infrastruktur teknologi informasi yang memadai. Sejalan dengan perkembangan industri keuangan yang lintas batas, pasar modal berfungsi tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan investasi bagi pemodal dalam negeri namun harus pula membuka akses yang luas bagi investasi pemodal asing.
Hal ini membawa konsekuensi bahwa pengawasan terhadap pasar harus pula memenuhi standar dan ketentuan internasional serta mengarah menjadi bagian dalam sistem pengawasan pasar modal regional maupun global. Dalam rangka memperkuat pengawasan pasar modal maka strategi-strategi berikut disusun dengan mengutamakan perlindungan terhadap kepentingan investor. Untuk itu strategi yang dikedepankan untuk memperkuat pengawasan pasar modal adalah independensi lembaga pengawas pasar modal, peningkatan pemanfaatan teknologi informasi di pasar modal, peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan penggunaan metode pengawasan berbasis risiko (risk based supervision).
3.4.1. Independensi Lembaga Pengawas Pasar Modal
Independensi lembaga pengawas pasar modal sangat diperlukan agar dalam memformulasikan kebijakannya lembaga tersebut dapat lebih fokus, objektif, dan berorientasi kepada pengembangan industri dan modal. Independensi kelembagaan tersebut juga sangat diperlukan sebagai pijakan untuk menciptakan sekaligus menerapkan sistem pertanggungjawaban kelembagaan yang lebih efektif, akuntabel, dan transparan. Lebih jauh lagi, dengan tingkat independensi yang sesuai dengan standar internasional akan lebih mudah bagi otoritas pasar modal untuk meningkatkan kredibilitasnya di mata pelaku bisnis baik di tingkat nasional maupun internasional.
3.4.2. Meningkatkan Pemanfaatan Teknologi Informasi di Pasar Modal
Pemanfaatan teknologi informasi selain ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, juga dimaksudkan untuk memperkuat pengawasan pasar modal. Kegiatan pengawasan di pasar modal dapat berjalan dengan efektif apabila didukung oleh data yang real time dan dapat diandalkan, yang mampu memberikan informasi secara cepat dan akurat. Untuk itu, penyusunan sistem database yang terintegrasi antara Bapepam, SROs, dan pelaku lain di pasar modal maupun dengan instansi terkait lainnya merupakan hal yang sangat penting untuk segera direalisasikan. Dengan tersedianya database yang terintegrasi maka fungsi pengawasan dapat dilaksanakan secara optimal.
3.4.3. Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia
Dalam menghadapi perkembangan pasar modal Indonesia yang semakin pesat, pengawas pasar modal menghadapi beberapa tantangan yang terkait dengan pengembangan sumber daya manusia. Tantangan tersebut antara lain berupa peningkatan keterampilan dan keahlian, pembentukan perilaku, serta peningkatan produktifitas dan penyusunan parameter pengukurannya.
Upaya peningkatan keterampilan dan keahlian dapat dilakukan melalui pemberian kesempatan kepada para pegawai untuk mengikuti pendidikan formal baik dengan biaya sendiri maupun beasiswa dari pihak ketiga, pengiriman pegawai untuk mengikuti seminar, pendidikan dan pelatihan yang diadakan baik di dalam maupun di luar negeri serta kerjasama dengan lembaga lain. Pendidikan dan pelatihan diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi sumber daya manusia sehingga mampu bersaing dalam era globalisasi.
3.4.4. Menerapkan Metode Pengawasan Berbasis Risiko
Pengawasan diperlukan untuk memastikan bahwa pelaku pasar melakukan tugas dan fungsinya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Terdapat tiga pelaku utama pasar modal yang berhubungan langsung dengan investor yaitu emiten dan perusahaan publik, perusahaan efek, dan reksa dana. Jumlah ketiga pelaku tersebut yang terdaftar dan memperoleh ijin dari Bapepam cukup banyak Metode pengawasan berbasis risiko memerlukan criteria yang obyektif dan jelas dalam menentukan unsur-unsur yang dinilai beserta metode perhitungannya. Dengan demikian diharapkan bahwa kriteria yang dihasilkan dapat menggambarkan tingkat risiko dari obyek yang dinilai. Disamping kriteria penilaian perlu disusun pula mekanisme penilaian yang transparan.
3.4.5. Mengembangkan Pasar Modal Berbasis Syariah
Dalam rangka menciptakan pasar modal berbasis syariah yang menarik, baik bagi pihak yang membutuhkan dana maupun bagi pemodal, maka diperlukan pengembangan variasi produk pasar modal yang berbasis syariah. Strategi pengembangan produk pasar modal berbasis syariah ini tentunya akan sangat tergantung pada tingkat pengetahuan dan pemahaman para pelaku pasar modal termasuk regulator mengenai produk keuangan berbasis syariah. Oleh karena itu, perlu dilakukan sosialisasi produk-produk pasar modal berbasis syariah.
3.5. Efisiensi Pasar
Istilah efisiensi pada dasarnya bisa diartikan secara berbeda sesuai dengan konteks penggunaan istilah tersebut. Misalnya dari sudut pandang pengalokasian aset, efisiensi bisa diartikan sebagai suatu kondisi dimana aset-aset yang ada sudah teralokasi dengan optimal. Demikian pula dalam konteks aplikasi teknologi, efisiensi bisa diartikan sebagai pengaplikasian teknologi yang memerlukan biaya operasi paling murah. Sedangkan apabila dilihat dari sudut pandang investasi, efisiensi juga dapat berarti bahwa harga pasar yang terbentuk sudah mencerminkan semua informasi yang ada. Dalam sudut pandang ivestasi, efisiensi berartikan sebuah kalimat ”tidak seorang pun bisa mengambil untung dari pasar” atau diistilahkan sebagai ”no one can bea the market”. Artinya, jika pasar efisien dan semua informasi dapat diakses secara mudah dan dengan biaya yang murah oleh semua pihak di pasar, maka harga yang terbentuk adalah harga keseimbangan, sehingga tidak ada seorang investor pun yang dapat memperoleh keuntungan abnormal dengan memanfaatkan informasi yang dimilikinya
3.5.1 Konsep Pasar Modal yang Efisien
Konsep pasar modal yang efisien telah menjadi suatu perdebatan yang menarik dan cukup kontroversial di bidang keuangan. Istilah tentang pasar yang efisien memang bisa diartikan secara berbeda untuk tujuan yang berbeda pula. Untuk bidang keuanga, konsep pasar yang efisien lebih ditekankan pada aspek informasi, artinya pasar yang efisien adalah pasar dimana harga semua sekuritas yang diperdagangkan telah mencerminkan semua informasi yang tersedia. Dalam hal ini, informasi yang tersedia bisa meliputi semua informasi yang tersedia baik informasi di masa lalu (misal:laba perusahaan tahun lalu), maupun informasi saat ini (misal:rencana kenaikan deviden tahun ini), serta informasi yang bersifat sebagai opini atau pendapat rasional yang beredar bisa mempengaruhi perubahan hargaq (misal:banyak investor di pasar berpendapat bahwa harga saham akan naik, maka informasi tersebut nantinya akan tercermin pada perubahan harga saham yang terus naik).
Konsep tersebut menyiratkan adanya suatu proses penyesuaian harga sekuritas menuju harga keseimbangan yang baru, sebagai respon atas informasi baru yang masuk ke pasar. Meskipun proses penyesuaian harga tidak harus berjalan dengan sempurna, tetapi yang dipentingkan adalah harga yang terbentuk tersebut tidak bias. Dengan demikian, pada waktu tertentu pasar bisa overadjusted atau underadjusted ketika bereaksi terhadap informasi baru, sehingga harga baru yang terbentuk tersebut bisa jadi bukan merupakan harga yang mencerminkan nilai intrinsik dari sekuritas tersebut. Jadi hal yang penting dari mekanisme pasar efisien adalah harga yang terbentuk tidak bias dengan estimasi harga keseimbangan. Harga keseimbangan akan terbentuk setelah investor telah sepenuhnya menilai dampak dari informasi tersebut.
Ada beberapa kondisi yang harus terpenuhi untuk tercapainya pasar yang efisien yaitu:
- ada banyak investor yang rasional dan berusaha untuk memaksimalkan profit. Investor-investor tersebut secara aktif berpartisipasi di pasar dengan menganalisis, menilai dan melakukan perdagangan saham. Di samping itu mereka juga merupakan price taker, sehingga tindakan dari satu investor saja tidak akan mampu mempengaruhi harga dari sekuritas.
- Semua pelaku pasar dapat memperoleh informasi pada saat yang sama dengan cara yang murah dan mudah.
- Informasi yang terjadi bersifat random.
- Investor bereaksi secara cepat terhadap informasi baru, sehingga harga sekuritas akan berubah sesuai dengan perubahan nilai sebenarnya. Akibat informasi tersebut.
Jika kondisi-kondisi tersebut di atas terpenuhi maka akan terbentuk pasar dimana investor-investor dengan cepat bisa bereaksi melakukan penyesuaian harga sekuritas ketika terdapat informasi baru di pasar (informasi ini terjadi secara random), sehingga harga-harga sekuritas di pasar modal tersebut akan sepenuhnya mencerminkan semua informasi yang tersedia. Karena informasi yang mempengaruhi harga sekuritas tersebut terjadi secara random maka perubahan harga yang terjadi akan bersifat independen satu dan yang lainnya akan bergerak secara random pula. Artinya, perubahan harga yang terjadi hari ini tidak tergantung kepada perubahan harga yang terjadi di waktu yang lalu karena harga baru tersebut berdasarkan pada reaksi investor terhadap informasi baru yang terjadi secara random.
3.5.2. Hipotesis Pasar Efisien
Aspek penting dalam menilai efisiensi pasar adalah seberapa cepat informasi baru tersebut dapat diserap oleh pasar yang tercermin dalam penyesuaian menuju harga keseimbangan yang baru. Pada pasar yang efisien harga sekuritas akan dengan cepat terevaluasi dengan adanya informasi penting yang berkaitan dengan sekuritas tersebut sehingga investor tidaqk akan bisa memanfaatkan informasi untuk mendapatkan return abnormal di pasar.
Sedangkan pada pasar yang kurang efisien harga sekuritas akan kurang bisa mencerminkan semua informasi yang ada, atau terdapat lag dalam proses penyesuaian harga, sehingga akan terbuka celah bagi investor untuk memperoleh keuntungan dengan memanfaatkan situasi lag tersebut. Dalam kenyataannya sulit sekali ditemui baik itu pasar yang benar-benar efisien ataupun benar-benar tidak efisien. Pada umumnya pasar akan efisien tetapi pada tingkat tertentu saja.
Konsep pasar efisien merupakan konsep dasar yang bisa membantu kita memahami bagaimana sebenarnya mekanisme harga yang terjadi di pasar. Untuk memudahkan penelitian tentang efisiensi pasar, Fama (1970), mengklasifikasikan bentuk pasar yang efisien ke dalam tiga efficient market hypothesis (EMH), yaitu :
- efisien dalam bentuk lemaha (weak form). Pasar efisien dalam bentuk lemah berarti semua informasi di masa lalu (historis) akan tercermin dalam harga yang terbentuk sekarang. Oleh karena itu, informasi historis tersebut (seperti harga dan volume perdagangan di masa lalu) tidak bisa lagi digunakan untuk memprediksi perubahan harga di masa yang akan datang, karena sudah tercermin pada harga saat ini. Implikasinya adalah bahwa investor tidak akan bisa memprediksi nilai pasar saham di masa akan datang dengan menggunakan data historis, seperti yang dilakukan dalam analisis teknikal.
- Efisien dalam bentuk setengah kuat (semistrong), merupakan bentuk efisiensi pasar yang lebih komprehensif karena dalam bentuk ini harga saham disamping dipengaruhi oleh data pasar (harga saham dan volume perdagangan masa lalu), juga dipengaruhi oleh semua informasi yang dipublikasikan (seperti earning, deviden, pengumuman stock split, penerbitan saham baru, dan kesulitan keuangan yang dialami perusahaan). Pada pasar yang efisien dalam bentuk setengah kuat ini, investor tidaka dapat berharap mendapatkan return abnormal jika strategi perdagangan yang dilakukan hanya didasari oleh informasi yang telah dipublikasikan. Sebaliknya jika pasar tidak efisien maka akan ada lag dalam proses penyesuaian harga terhadap informasi baru, dan ini dapat digunakan investor mendapatkan return abnormal. Dalam situaqsi adanya lag seperti ini, investor bisa melakukan analisis fundamental (analisis yang mencoba mengestimasi nilai intrinsik sekuritas berdasarkan data-data yang terpublikasi seperti earning dan penjualan) untuk memperoleh return abnormal pada pasar yang tidak efisien setengah kuat ini.
- Efisien dalam bentuk kuat (strong form). Pasar efisien dalam bentuk kuat, semua informasi baik yang terpublikasi atau tidak dipublikasikan, sudah tercermin dalam harga sekuritas saat ini. Dalam bentuk efisien kuat seperti ini tidak akan ada seorang investor pun yang bisa memperoleh return abnormal.
Pada tahun 1991, Fama mengemukakan penyempurnaan atas klasifikasi efisiensi pasar tersebut. Efisiensi bentuk lemah disempurnakan menjadi suatu klasifikasi yang kebih bersifat umum untuk menguji Prediktabilitas rerturn (return predictability). Pada klasifikasi ini, informaqsi mengenai pola return sekuritas, seperti return yang tinggi di bulan Januari dan hari Minggu, tidak dapat digunakan untuk memperoleh rreturn abnormal. Sedangkan efisiensi setengah kuat dan bentuk efisiensi kuat diubah menjadi event studies, dan pengujian efisiensi pasar dalam bentuk kuat disebut sebagai pengujian private information. Dalam bagian berikut, akan dibahas metode pengujian bentuk-bentuk efisiensi pasar berdasar pengklasifikasian Fama (1991).
3.5.3. Pengujian Terhadap Hipotesis Pasar Efisien
Pengujian terhadap hipotesis pasar efisien pada dasarnya bisa dibagi ke dalam tiga kelompok pengujian berdasarkan klasifikasi hipotesis pasar efisien yang akan diuji. Pengujian hipotesis pasar efisien dalam bentuk lemah bisa diuji dengan melakukan pengujian prediktabilitas return. Pengujian ini meliputi pengujian pola return (harian, mingguan, maupun bulanan); pengujian prediktabilitas return jangka pendek maupun jangka panjang; serta pengujian hubungan return dengan karakteristik perusahaan. Pengujian hipotesisi pasar efisien dalam bentuk setengah kuat bisa dilakukan dengan pengujian event studies, untuk megamati pengaruh pengumuman suatu informasi terhadap perubahan harga sekuritas. Sedangkan pengujian hipotesis dalam bentuk kuat bisa dilakukan dengan pengujian private information.
3.5.3.1.Pengujian Prediktabilitas Return
Pengujian prediktabilitas return dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan :
a. Mempelajari pola return seasonal.
b. Menggunakan data return di masa yang lalu, baik untuk prediktabilitas jangka pendek maupun prediktabilitas jangka panjang.
c. Mempelajari hubungan return dengan karakteristik perusahaan.
POLA RETURN SEKURITAS
Sejumlah penelitian telah menunjukkan adanya suatu pola dalam return sekuritas. Pola tgersebut menunjukkan adanya tingkat return yang lebih tinggi atau lebih rendah pada saat tertentu baik pada periode harian, mingguan maupun tahunan.
Pola harian. Salah satu pola return yang secara intensif diteliti adalah adanya perbedaan return untuk hari-hari tertentu dalam seminggu. Gibbons dan Hess (1981) menemukan bahwqa return pada hari senin akan lebih rendah dibandingkan dengan hari lain di bursa saham New York. Penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan data harian selama 17 tahun (1962-1978), dan menemukan adanya return yang negatif pada hari perdagangan Senin yaitu sebesar -33,5%. Selanjutnya mereka juga membagi periode tersebut menjadi dua sub periode yaitu 1962-1970 dan 1970-1978, dan hasil yang didapat juga sama, yaitu terjadinya return yang negatif pada hari perdagangan Senin. Gibbons dan Hess juga menemukan bahwa return yang positif pada hari perdagangan Rabu dan Jumat.
] Harris (1986) melakukan penelitian mengenai pola return dalam satu hari (intraday pattern) dan hari bursa salam seminggu (day-of-the weak pattern) dengan menggunakan data 14 bulan dari bulan Desember 1981 sampai dengan Januari 1983. Harris menemukan juga bahwa pada hari senin terdapat return yang negatif tetapi pada empat hari lainnya return-nya positif. Return yang negatif di hari Senin tidak terjadi sepanjang hari itu, tetapi setengahnya terjadi pada saat penutupan pasar di hari Jumat dan pembukaan di hari Senin. Penurunan terbesar terjadi pada 45 menit pertama perdagangan di hari Senin. Sesudah itu, return di hari Senin akan sama dengan return pada hari-hari lainnya. Harris juga menemukan bahwa setiap hari terjadi kenaikan harga pada 30 menit terakhir perdagangan. Sehingga hasil penemuan tersebut menyarankan investor untuk menjual saham pada hari Jumat dan melakukan pembelian sesudah 45 menit pertama pada hari Senin. Tetapi perlu diperhatikan bahwa penelitian ini hannya mengamati data dalam jangka waktu yang singkat dan pasar mungkin telah menyesuaikan dengan pola tersebut, sehingga strategi dengan menggunakan pola tersebut tidak akan berhasil mendapatkan return abnormal yang diharapkan.
Pola Bulanan. Banyak penelitian menemukan bahwa pada bulan Januari terdapat return yang lebih tinggi dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya dan ini biasanya terjadi pada saham yang nilainya kecil (small stock). Fama (1991) menemukan bahwa pada periode 1941-1981, return di bulan Januari lebih tinggi dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya, dan perbedaan yang lebih besar terjadi pada saham yang nilai kapitalisasi pasarnya kecil. Sedangkan untuk periode 1982 sampai dengan Januari 1991, Fama juga menemukan hal yang sama, tetapi perbedaan return di bulan Januari untuk small stock dan large stock tidak terlalu besar. Return abnormal di bulan Januari untuk small stock umumnya relatif tinggi pada hari-hari awal bulan.
Fenomena tersebut sering disebut dengan January Effect, dan penelitiannya juga sudah banyak dilakukan di luar bursa Amerika. Gultekin (1983) mempelajari January Effect dengan menggunakan data dari 17 negara termasuk Amerika Serikat. Dia menemukan bahwa di semua negara tersebut terjadi return yang relatif lebih tinggi di bulan Januari. Kato dan Shallheim (1985) juga melakukan penelitian mengenai January Effect dan hubungannya dengan ukuran saham di bursa saham Tokyo. Hasil yang diperoleh adalah tidak adanya hubungan antara return saham dengan ukuran saham.
January Effect ini juga terjadi pada obligasi. Keim dan Stambaugh (1984), mempelajari pola return di pasar obligasi selama 1926 sampai dengan 1978, dan ditemukan bahwa rata-rata pada bulan Januari, hanya obligasi yang kualitasnya lebih rendah saja yang dapat memberikan return abnormal.
Keim (1989), mengemukakan bahwa January Efeect dapat dijelaskan dengan mikrostruktur. Pencatatan return umumnya menggunakan harga penutupan tiap bulan atau dengan rata-rata penawaran dan permintaan jika saham tidak aktif diperdagangkan. Keim menemukan bahwa perdagangan terakhir di bulan Januari umumnya berada pada harga prnawaran, sehingga return di hari-hari awal Januari akan tinggi.
Keim juga menemukaqn adanya tendensi bahwa saham yang berada pada harga penawaran pada akhir perdagangan bulan Desember terlihat lebih jelas terjadi pada saham-saham yang kecil. Selain itu small stock juga mempunyai perbedaan harga penawaran dan harga permintaan yang besar dan harga saham yang relatif lebih rendah. Oleh Karena itu, january efeect akan lebih jelas terlihat pada small stock.
Penjelasan lain mengenai penyebab tingginya return di bulan Januari adalah tax selling hypothesis. Pada akhir tahun banyak penasihat investasi menyarankan investor untuk menjual sekuritas yang mengalami kerugian sebelum akhir tahun, dan pada awal tahun membeli sekuritas yang sama. Tindakan ini akan menciptakan tax loss bagi para investor. Biaya tax loss tersebut dapat digunakan untuk menutupi biaya transaksi yang terjadi. Tindakan menjual di bulan Desember dan membeli di bulan Januari inilah yang menyebabkan penurunan harga di bulan Desember dan kenaikan harga di bulan Januari, sehingga menciptakan return yang tinngi di bulan Januari. Branch (1977) dan Reignanum (1983) menemukan bahwa penelitian sekuritas yang menurun secara substansial di bulan Desember akan mendapatkan abnormal return di bulan januari. Branch menganalisis trading rule yang meliputi pembelian sekuritas yang mengalami return rendah di minggu teraqkhir bulan Desember. Dia mengemukakan bahwa sekuritas tersebut pada empat minggu pertama pada tahun berikutnya akan mengalami kenaikan harga yang lebih cepat dibandingkan dengan pasar secara keseluruhan, dengan perbedaan resiko yang sangat kecil.
Penelitian yang dilakukan oleh Reignanum (1981) juga menemukan hal yang konsisten dengan penelitian Branch. Disamping itu Reignanum juga menemukan bahwa sekuritas yang dijual untuk tujuan tax loss (sebagian besar adalah small stock) umumnya ada pada bid price di bulan Desember. Sehingga tax-selling hypothesis dan penjelasan mikrostruktur secara bersamaan dapat menjelaskan adanya return yang tinggi di bulan Januari.
Beberapa Penelitian lain menunjukkan temuan yang tidak konsisten dengan tax-selling hypothesis. Jones, Pearce dan Wilson (1987) meneliti hipotesis tersebut menggunakan data dari tahun 1821 sampai dengan 1917, yaitu pada periode sebelum dikenalkannya pajak pendapatan. Mereka menemukan bahwa Januari effect tidak berbeda secara signifikan dengan january effect yang ditemukan setelah dikenalkannya pajak pendapatan. Hal yang sama juga ditemukan di bursa Tokyo dan Belgia, dimana January effect yang terjadi tidak mempunyai capital gain tax. Di Australia yang tidak menerapkan tahun pajak di bulan Desember juga diketemukan adanya return yang tinggi di Bulan Januari sehingga bertentangan dengan tax-selling hypothesis.
Pada pasar yang efisien, pola sesonan tersebut seharusnya tidak terjadi. Investor yang melihat adanya return yang tinggi di bulan Januari akan mulai melakukan pembelian di akhir bulan Desember untuk mendapatkan return abnormal. Perilaku pembelian investor tersebut akan menyebabkan pola sesonal yang ada menjadi hilang. Tetapi ternyata return tinggi di bulan Desember tidak dapat sepenuhnya dijelaskan dengan baik, sehingga Januari effect merupakan suatu penyimpangan dari pasar efisien.
BAB IV
KESIMPULAN
Kesuksesan pencapaian suatu tujuan sebagian besar tergantung pada kemampuan menentukan prioritas kegiatan yang akan dilaksanakan. Begitu pula dalam rangka mewujudkan visi pasar modal Indonesia, setelah disusun sasaran dan strategi, perlu ditentukan prioritas implementasi dari strategi yang akan dilaksanakan. Penentuan prioritas kegiatan ini tentunya harus mempertimbangkan kesiapan dari seluruh unsur pasar modal untuk melakukan perubahan yang diperlukan. Berikutnya, perubahan yang dilakukan juga harus mempertimbangkan dampaknya terhadap stabilitas dan integritas pasar serta keselarasannya dengan tujuan pembangunan ekonomi nasional. Berikut disajikan implementasi strategi yang perlu dilakukan lima tahun ke depan.
Hal ini dapat dilakukan dengan:
1. Memperkuat pengawasan pasar modal
2. Meningkatkan kepastian hukum di pasar modal
3. Meningkatkan peran dan kualitas pelaku pasar modal
4. Memperluas alternatif investasi dan pembiayaan di pasar modal
5. Mengembangkan pasar modal berbasis syariah
Belum semua kaum praktisi pasar modal bisa menerima konsep mengenai pasar yang efisien ini. Sebagian investor ini percaya bisa memanfaatkan inefisiensi pasar tersebut untuk mendapatkan return abnormal. Meskipun demikian, di sisi lain banyak kalangan akademisi yang percaqya bahwa pasar efisien pada tingkat tertentu itu ada.
Investor yang percaya bahwa pasar yang dalam kondisi yang tidak efisien akan menerapkan strategi perdagangan aktif. Investor tersebut secara aktif melakukan perdagangan di pasar agar bisa mendapatkan return yang lebih besar dibandingkan dengan return pasar. Untuk itu mereka akan melakukan analisis-analisi baik analisi teknis maupun analisi fundamental. Incestor yang percaya bahwa adanya pola pergerakan harga yang dapat digunakan untuk memperoleh return akan melakukan analisis teknikal untuk menentukan nilai intrinsik dari suatu sekuritas. Mereka akan mencari saham-saham yang tidak mencerminkan nilai intrinsik yang sebenarnya, dan kemudian akan melakukan penjualan atau pembelian saham tersebut untuk memperoleh return abnormal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar